Allah mengasihi Anda, dan DIA juga ingin agar Anda mengasihi DIA

Friday 3 July 2009

P U A S

Bacaan Alkitab: Hagai 1:1-14

Keinginan manusia tidak akan pernah bisa dipuaskan. Setiap keinginan yang satu dipenuhi akan timbul keinginan yang lain dan disepanjang kehidupan manusia demikian berderet panjangnya daftar keinginannya. Tanpa Tuhan apa saja yang kita raih dan ada dalam genggaman kita takkan berarti. Nilai kepuasan kita dapatkan hanya sementara dan kepuasan semu akan segera pupus saat kita tergoda untuk merengkuh hal lain dan banyak yang lain lagi yang akan memenuhi asa atau ambisi kita. Kalau kita berani jujur, kita ingin memiliki semuanya, kita ingin mengalami keadaan yang memenuhi harapan-harapan kita. Apakah betul kita membutuhkan semua yang ada dalam harapan-harapan kita? Kalau betul kita membutuhkannya, untuk apa semuanya itu? Benarkah kita mengetahui apa yang kita butuhkan?

Kehidupan ini memang harus berada dalam mobilitas yaitu suatu kehidupan yang harus meningkat dari segi kwalitas. Tetapi kwalitas dalam bidang apa saja yang harus diprioritaskan? Tatkala kita tidak jeli dengan keinginan-keinginan kita, kita akan terjebak pada penjelajahan yang tanpa tujuan. Kita akan berputar-putar dan meraba-raba, apa yang baik, apa yang membawa kita puas.

Tuhan menciptakan manusia bukan untuk kepentingan manusia tetapi untuk kepentingan-Nya. Setiap waktu dari hidup manusia sudah diatur sedemikian rupa sehingga kepentingan-kepentingan Allah itu akan menjadi realitas. Tujuan Tuhan menciptakan manusia untuk memuliakan nama-Nya. Jadi kepuasan hakiki manusia akan tercapai apabila: kita menyadari akan hal ini. Apakah hidup kita (cita-cita, keinginan kita, tindakan-tindakan kita) sudah sesuai dengan tujuan Allah? Bagaimana keberadaan hidup kita di hadapan Allah? Tanpa landasan yang berporos pada tujuan Allah atas hidup kita, usaha apapun yang kita lakukan tidak akan membuat kita puas. Apa yang harus kita lakukan agar kita memiliki kepuasan yang sejati, kepuasan yang dihasilkan karena menjalani hidup sesuai rencana Allah?

Memprioritaskan Tuhan dalam hidup kita


Kitab Hagai dilatarbelakangi kepulangan bangsa Israel dari pembuangan di Babel. Kepulangan mereka itu memiliki tujuan pertama adalah untuk membangun kembali Bait Allah. Dan setibanya mereka di Yerusalem, mereka berusaha untuk memenuhi panggilan itu. Sementara mereka berusaha untuk kembali membangun Bait Allah, suku-suku yang ada di sekitar mereka tidak menyukai rencana pembangunan itu sehingga mereka berusaha untuk menghalanginya. Dengan berbagai intimidasi orang-orang yang tidak suka pembangunan Bait Allah itu berusaha menggagalkan niat dari orang-orang yang baru pulang dari pembuangan itu sehingga bangsa Israel merasa bahwa belum waktunya bagi mereka untuk kembali membangun Bait Allah. Kemudian mereka menghentikan pembangunan itu dan rencana pembangunan Bait Allah itupun menjadi terbengkalai. Dan bangsa Israel mulai mengalihkan prioritas mereka dari membangun Bait Allah menjadi membangun rumah bagi diri mereka sendiri.

Ketika bangsa Israel yang telah pulang dari pembuangan di Babel mulai mengalihkan priotitas mereka dari membangun Bait Allah ke membangun rumah mereka sendiri, maka terjadilah ketidak puasan dalam segala segi kehidupan mereka. "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?”(Ayat 4) Walaupun mereka bekerja keras dan menghasilkan sesuatu dari usaha mereka, tetapi semuanya itu tidak pernah cukup dalam memenuhi keinginan mereka. “Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskan-nya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri. Itulah sebabnya langit menahan embunnya dan bumi menahan hasilnya, dan Aku memanggil kekeringan datang ke atas negeri, ke atas gunung-gunung, ke atas gandum, ke atas anggur, ke atas minyak, ke atas segala yang dihasilkan tanah, ke atas manusia dan hewan dan ke atas segala hasil usaha." (Ayat 4, 9-11)

Memprioritaskan Tuhan adalah suatu tindakan bukan suatu teori yang tidak teraplikasi. Tindakan memprioritaskan Tuhan akan selalu didasari oleh suatu keinginan dan pemikiran yang akan disesuaikan dengan apa mau Tuhan. Kalau benar kita memprioritaskan Tuhan maka setiap keinginan, angan-angan dan harapan kita akan kita tes dulu “apakah ini kehendak Tuhan?” Tuhan ingin mendapat prioritas dari kita. Kerinduan-Nya atas hidup kita adalah tujuan-Nya bisa terpenuhi. Allah akan menopang setiap upaya-upaya pencapaian hidup yang bermotifasi untuk memuliakan Nama-Nya. Ia akan membuka hati dan berkarya dalam diri kita (terhadap apa yang kita pikirkan dan lakukan) kalau itu didasarkan untuk membangun Rumah-Nya (untuk kemuliaan-Nya) dan Allah-lah yang akan bertanggung jawab untuk pencapaian itu semua.

Hidup yang memprioritaskan Allah membawa konsekwensi bahwa kita harus merelakan keinginan-keinginan yang berpusat kepada diri sendiri (untuk kesenangan-kesenangan dan kenyamanan pribadi) dan setiap keinginan kita harus kita padankan dengan kehendak Tuhan. Boleh saja kita memiliki keinginan dan harapan tetapi semuanya itu harus kita selaraskan dengan apa maunya Tuhan. Kuncinya ada dalam kehendak-Nya bukan kehendak kita.

Bisa saja setiap keinginan kita tercapai dengan usaha kita sendiri tanpa harus menyelaraskan dengan kehendak Tuhan tetapi kalau itu tidak sesuai dengan rencana-Nya maka pencapaian-pencapaian itu tidak akan membuat kita puas. Pada dasarnya usaha-usaha manusia tidak akan berdampak apa-apa tanpa seijin Tuhan. Dan di luar Tuhan apapun yang kita lakukan hanyalah sebuah kesia-siaan. Dengan memprioritaskan Tuhan dalam hidup kita membawa kita kepada suatu sikap yang bisa menerima keadaan; baik itu hal-hal yang menyenangkan atau hal-hal pahit yang membuat kita tidak nyaman. Tetapi karena kita tahu akan setiap hal yang terjadi berada dalam kendali Tuhan, kita tidak akan dirisaukan dengan keadaan-keadaan kita. Seperti Paulus yang selalu bersikap positif terhadap keadaan-keadaannya di mana dia pernah berkata “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.” (Filipi 4:12)

Taat kepada kehendak Allah

“Lalu Zerubabel bin Sealtiel dan Yosua bin Yozadak, imam besar, dan selebihnya dari bangsa itu mendengarkan suara TUHAN, Allah mereka, dan juga perkataan nabi Hagai, sesuai dengan apa yang disuruhkan kepadanya oleh TUHAN, Allah mereka; lalu takutlah bangsa itu kepada TUHAN. Maka berkatalah Hagai, utusan TUHAN itu, menurut pesan TUHAN kepada bangsa itu, demikian: "Aku ini menyertai kamu, demikianlah firman TUHAN." (ayat12-13) Ketika bangsa itu mendengar teguran Tuhan lewat nabi Hagai, maka mereka menyadari bahwa apa yang mereka alami selama ini adalah buah dari ketidak taatan mereka kepada rencana Allah atas hidup mereka yaitu membangun Bait Allah. Mereka mentaati firman Tuhan yang berkata “Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN.” (ayat 8). Dan ketaatan mereka membuahkan rospons Allah yang berjanji menyertai mereka.

Nilai kepuasan dalam hidup ini ditentukan juga oleh “siapa yang kita taati”. Siapa yang menjadi panglima atas hidup kita? Apakah diri kita sendiri, orang-orang di sekitar kita, atau Allah? Setiap pilihan yang kita ambil menentukan bagaimana warna hidup kita. Apa yang mendasari pilihan-pilihan hidup akan menentukan jenis dari pilihan itu sendiri. Yang menjadi masalah adalah: apakah yang menjadi referensi (dasar) bagi pilihan-pilihan yang kita tetapkan? Kalau kita ingin menyelaraskan kehidupan kita pada kehendak Allah dan ingin berjalan dalam tujuan-Nya maka hanya perkataan dan instruksi dari Allah yang akan menjadi pengemudi kita. Tetapi kalau tidak tahu tujuan Allah atas hidup kita atau tahu tetapi tidak bisa menerimanya, maka pilihan-pilihan itu akan didasari oleh pengetahuan kita atau orang-orang yang ada di sekitar kita yang belum tentu benar.

Dunia akan selalu menekan kita dengan beban-beban yang harus kita tanggung. Tantangan hidup ini bisa membuat kita capek dan ingin cepat mengatasinya. Kalau kita tidak berpaut pada Allah dan tidak memberikan kedaulatan penuh kepada-Nya maka kita akan bertindak sendiri berdasar pikiran kita atau orang-orang di sekitar kita. Tetapi Tuhan berjanji bahwa apabila kita mentaati Dia lebih daripada yang lain, maka “Perhatikanlah mulai dari hari ini …apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat!" (2:18-19)

Melibatkan diri dalam pekerjaan Tuhan


“ TUHAN menggerakkan semangat Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan semangat Yosua bin Yozadak, imam besar, dan semangat selebihnya dari bangsa itu, maka datanglah mereka, lalu melakukan pekerjaan pembangunan rumah TUHAN semesta alam, Allah mereka,” (Ayat 14) Berkat Tuhan atas bangsa Israel dimulai dari tindakan mereka untuk terlibat dalam pembangunan Bait Allah. Ketidak puasan yang mereka alami selama ini akan Tuhan ganti dengan berkat yang membuat segala usaha mereka akan mendatangkan hasil yang dapat dinikmati.

Tidak ada hal yang lebih berharga dan membuat kita puas selain melibatkan diri dalam pekerjaan Tuhan atau pelayanan. Melayani Tuhan tidak hanya tatkala kita melibatkan diri dalam kegiatan gereja tetapi setiap aktifitas yang kita lakukan adalah suatu bentuk pelayanan. Bentuk-bentuk pelayanan kita bisa dalam pekerjaan kita, pergaulan kita, dan segala aktifitas yang kita lakukan karena semuanya harus memancarkan kasih dan kemuliaan Tuhan. Inilah tujuan hidup yang ditetapkan oleh Allah yaitu kita diciptakan untuk melayani Dia dan untuk suatu misi yaitu untuk menjangkau jiwa.

Kalau ingin memiliki hidup dalam kepuasan, maka libatkanlah dirimu dalam pekerjaan Tuhan. Jangan hanya menjadi penonton atau hanya ingin menikmati berkat-Nya, tetapi berbuatlah sesuatu agar rumah Tuhan atau Tubuh Kristus dibangun. Tidak ada hidup yang lebih berarti - dan itulah hidup dalam kepuasan - dari hidup yang melayani.

Oleh karena hidup dalam kepuasan akan kita miliki apapun keadaan kita hari ini apabila kita menjadi Tuhan prioritas utama dalam hidup kita baik dalam kehidupan kita secara pribadi maupun dalam pekerjaan dan keluarga kita. Dan juga menjadikan Dia pribadi yang lebih kita taati dibandingkan dengan siapapun dalam dunia ini serta menjadi pelaku dalam pekerjaan pembangunan Tubuh Kristus.

No comments: