Allah mengasihi Anda, dan DIA juga ingin agar Anda mengasihi DIA

Saturday 25 July 2020

MERDEKA DARI PENGARUH MASA LALU

Bacaan Alkitab: Filipi 3:1-14 

Setiap kita pasti memiliki pengalaman hidup. Baik pengalaman yang menyenangkan atau yang menyakitkan. Setiap pengalaman itu memiliki dampak dalam kehidupan kita sekarang ini. Dampak itu bisa positif atau juga negatif. Kita kenal apa yang disebut dengan “post power sysdrome” di mana seseorang yang dahulu memiliki kekuasaan karena jabatan, mengalami tekanan hidup setelah tidak memiliki jabatan lagi. Tipe orang seperti ini adalah orang yang terpenjara dengan pengalaman hidup yang menyenangkan di masa lampau sehingga ia tidak bisa melihat realita hidup yang sesungguh-nya hari ini bahwa ia sudah tidak memiliki jabatan lagi. Kita juga mengenal istilah “trauma”, suatu pengalaman pahit yang memenjarakan seseorang yang mengakibatkan tekanan kepada jiwa yang mengalaminya.
Ada istilah yang berkata, “pengalaman adalah guru yang terbaik”. Tetapi ingatlah bahwa pengalaman hidup apapun itu, baik yang menyenangkan ataupun yang menyakitkan kalau tidak dikelola dengan baik akan menjadi malapetaka bagi hidup kita hari ini. Untuk itu, bagaimanakah kita menyikapi pengalaman hidup di masa lalu dengan benar? 

Jangan mau terpenjara dengan pengalaman di masa lampau 
Dalam nats di atas, di mana ada jemaat Tuhan yang berlatar belakang Yahudi mencoba untuk tetap pada pengalaman hidup mereka di masa yang lampau, dimana mereka masih mengikuti tradisi seperti sunat. Selain itu mereka juga berusaha mendorong orang lain khususnya jemaat di Filipi untuk melakukan hal yang sama. Itulah sebabnya Paulus mengingatkan jemaat untuk berhati-hati. “Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu,” (ayat 2). Paulus berusaha menyakinkan jemaat bahwa untuk mau maju di dalam Tuhan harus berani meninggalkan segala sesuatu yang ada di belakang apapun itu bentuknya agar mendapatkan bagian di dalam Kristus. 
Hal itulah yang dilakukan oleh Paulus, dia berkata; “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,” (ayat 7-8) Memang masa lalu Paulus adalah sesuatu yang menguntungkan secara duniawi (ay. 5-6). Kata utung (Yun. Kerdos) memiliki arti mendapatkan keuntungan. Dan memang masa lalu Paulus itu memberi dia keuntungan seperti kedudukan, kehormatan, dan kekayaan. Tetapi setelah dia mengenal Kristus apa yang dahulu merupakan keuntungan bagi dia menjadi sebuah kerugian. Mengapa? Karena dia menyadari bahwa Kristus yang dia kenal lebih berharga dari keuntungan yang dia dapatkan di masa lalu. Kata kerugian (Yun. Zemia) juga memiliki arti kerusakan. Jadi masa lalu Paulus yang menguntungkan itu justru memberikan kerusakan bagi pengenalannya kepada Kristus. Paulus sadar bahwa masa lalunya merupakan suatu yang menghambat dia untuk mengenal Kristus sehingga dia berani untuk melepaskannya dan menganggapnya sebagai sampah yang perlu dibuang. Karena kata sampah (Yun. Skubalon) juga memiliki arti kotoran sehingga dia tidak membutuhkan waktu lama untuk meninggalkannya. Memang keadaan Paulus sebagai seorang Farisi telah membutakan matanya untuk melihat keselamatan di dalam Kristus. Dan dia menyadari bahwa pengenalannya akan Kristus jauh lebih bernilai dari apa yang dimiliki saat itu. Itulah sebabnya dia berani meninggalkannya dan tidak mau terpenjara olehnya. 
Kita harus berani melepaskan apapun yang ada di belakang kita. Sekalipun masa lalu yang akan Anda tinggalkan itu adalah sesuatu yang sangat membanggakan tetapi kalau itu tidak membuat Anda mendapatkan bagian di dalam Kristus, maka wajib untuk ditinggalkan. Termasuk jangan mau terpenjara dengan pengalaman pahit Anda yang hanya akan membuat Anda kehilangan kesempatan untuk mendapatkan apa yang seharusnya Anda miliki di dalam Kristus. Ingatlah, pengenalan akan Kristus jauh lebih berharga daripada apa yang Anda harus tinggalkan. Dan kalau masa lalu Anda – apapun itu – menghambat langkah Anda untuk mendapatkan apa yang Tuhan sediakan bagi Anda, maka itu layak untuk dibuang karena apa yang Anda tinggalkan itu tidak sebanding dengan apa yang Anda akan dapatkan di dalam Kristus. 
Banyak orang Kristen tidak pernah maju-maju di dalam Kristus karena masih terikat dengan masa lalunya. Mungkin itu sesuatu yang membanggakan sehingga sayang untuk dibuang. Memang tidak semua peristiwa di masa lalu itu harus ditinggalkan. Tetapi kalau masa lalu Anda menghambat langkah Anda untuk maju di dalam Kristus itu tidak layak untuk dipertahankan. Namun kalau masa lalu Anda – apapun itu bentuknya – membuat Anda semakin melaju di dalam Kristus, pertahankan itu. Allah tidak ingin Anda stagnan dalam hidup. Dia ingin agar Anda mengalami semua yang disediakan untuk Anda, asal Anda tetap melangkah di rencana yang Tuhan sediakan buat Anda. 

Beranilah melihat realita yang ada hari ini 
“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati” (ayat 10-11). Paulus memiliki kerinduan untuk mengenal Kristus, bukan hanya sekedar tahu tentang Yesus. Kata mengenal (Yun. Ginosko) memiliki arti mengetahui dalam berbagi macam aplikasi dan dengan banyak implikasi. Dan yang perlu Paulus kenal dalam koteks ini adalah Kristus dan kuasa kebangkitan dan penderitaan-Nya sehingga dia mampu menyikapi setiap keadaan dari konsekuensi pengenalan itu. Ketika dia mengalami kuasa kebangkitan Kristus dia sadar bahwa itu semata-mata karena anugerah Allah. Dan kalaupun dia mengalami penderitaan akibat dari pengenalannya akan Kristus, dia tidak lari dari kenyataan itu. Paulus berani melihat realita dari kenyatan hidup karena percaya Yesus. Dan hal itu terlihat dalam perjalanan hidupnya setelah percaya Yesus. Disaat dia meninggalkan masa lalunya yang menghambat langkahnya untuk ikut Yesus justru membuat dia mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan. Namun dia tidak pernah undur sedikitpun karena dia tahu bahwa itu adalah realita hidup mengikuti Kristus. Justru kesadaran inilah yang membuat dia tetap maju sampai dia menyelesaikannya dengan kemenangan. 
Kalau kita mengenal Kristus, maka kita akan mampu melihat realita yang ada hari ini dengan sikap yang benar. Apakah itu kesempatan untuk mengalami kuasa Allah dan juga termasuk apabila menggalami kesulitan dan penderitaan. Kita tidak akan terkabur ketika kita mengalami kuasa Allah dan kita tidak akan undur ketika kita mengalami kesulitan dan penderitaan. Jangan hanya mau menerima yang baik dari Allah tetapi menolak kesulitan karena percaya Yesus. Terkadang Tuhan mengijinkan kesulitan menghampiri hidup Anda agar Anda menyadari bahwa Anda sangat membutuhkan Allah untuk sampai di ketetapan Allah dalam hidup Anda. Mungkin Anda harus menuai apa yang pernah Anda tabur di masa lampau, tetapi jangan lari dari kenyataan sebab itulah konsekuensi hidup. Dengan mengenal Kristus dan percaya kepada-Nya, Anda akan dimampukan untuk bangkit dari masalah dan pergumulan hari ini. Jadi beranilah menghadapi realita yang ada hari ini, apapun itu bentuknya karena hanya dengan sikap itu Anda akan tetap bisa melangkah maju dan sampai di tujuan Allah dalam hidup Anda. 

Tatap masa depan dengan penuh harapan 
“... tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (ayat 13-14). Kata mengarahkan (Yun. Epekteino) memilliki arti menjangkau untuk mencapai sesuatu (menggapai). Hal itu tentu membutuhkan komitmen yang sungguh untuk melakukannya. Itulah sebabnya kata itu dilanjutkan dengan kata berlari-lari (Yun. Dioko) yang juga memiliki arti mengusahakan atau memburu. Dengan kata lain, Paulus mengerahkan segenap kekuatannya untuk maju dengan sungguh-sungguh memusatkan pikirannya kepada apa yang ada di depan – bukan yang dibelakang - agar tidak gagal untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh Kristus bagi kehidupannya. Dia tidak mau langkahnya terhenti hanya karena sesuatu yang tidak prinsip – seperti kesulitan dan penderitaan yang dia hadapi - tetapi matanya tertuju kepada pengaharapan yang Allah sediakan bagi dia di masa depan. Paulus sadar bahwa keadaannya saat itu – sesulit apapun itu - bukanlah tujuan akhir dari perjalanannya. Itulah sebabnya dia fokus pada masa depan yang Tuhan telah sediakan bagi hidupnya. Pengharapan itulah yang membuat Paulus bisa tetap bertahan dan terus berlari sampai dia mengalaminya. 
Pengharapan adalah modal untuk bangkit. Kehilangan pengharapan akan membuat kita mengalami kematian jauh sebelum kematian itu sendiri terjadi. Itulah sebabnya dengan memiliki pengharapan akan mendorong kita untuk berjuang hari ini apapun realita hidup kita yang membuktikan bahwa kita masih hidup. Mungkin Anda sedang menghadapi pergumulan dan kesulitan hidup, selagi Anda masih memiliki harapan, maka Anda akan mencapai apa yang Anda impikan di dalam Tuhan. Jadi, arahkan pandanglah Anda ke depan di mana Kristus ada. Imanilah bahwa tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya kalau kita percaya kepada Tuhan. 
Oleh karena itu, jangan mau terpenjara dengan pengalaman hidup Anda di masa lampau apapun itu bentuknya. Kita hidup bukan untuk hari kemarin tetapi hari ini. Jadi, lihatlah realita yang ada dan hadapi itu serta berjuanglah untuk sesuatu yang Anda harapkan di masa depan. Sebab keputusan Anda hari ini akan sangat menentukan hidup Anda di masa yang akan datang.(ms)
BacaSelengkapnya...

Tuesday 14 July 2020

DOTRIN KESELAMATAN BERDASARKAN EFESUS 1:3-14

DOKTRIN KESELAMATAN BERDASARKAN EFESUS 1:3-14 
Oleh: Mauli Siahaan

Abstrak

Latar Belakang: Ada banyak ajaran keselamatan yang tidak berdasar Alkitab atau salah menafsirkannya. Dan salah satu paragraf yang salah ditafsirkan adalah Efesus 1:3-14. Ada golongan yang menafsirkan paragraf itu sebagai keselamatan yang tanpa syarat. Tidak ada satupun yang diperhitungkan Allah dari diri manusia termasuk iman untuk keselamatannya. Golongan ini lebih menekankan kedaulatan Allah. Namun ada juga golongan yang menafsirkan paragraf di atas sebagai keselamatan yang bersyarat dan syarat itu adalah iman. Dan iman itu harus terus diperjuangkan sampai akhir agar tidak kehilangan keselamatan.  Golongan ini lebih menekankan kebebasan manusia.
 
Tulisan ini menguraikan doktrin keselamatan Paulus berdasarkan Efesus 1:3-14 di mana ada hubungan antara pilihan dan penetapan Allah di kekekalan masa lampau dengan penebusan Kristus dan iman seseorang di masa kini dan adanya pemeteraian Roh Kudus atas iman dari setiap orang percaya serta jaminan keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus. 

Kata Kunci: Pilihan, Penetapan, Penebusan, Iman, Meterai, Jaminan. 

Pendahuluan 
Tidak dapat dipungkiri bahwa keselamatan adalah kebutuhan terbesar dari manusia di dunia ini. Siapapun pasti menginginkan untuk terbebas dari hukuman kekal di neraka. Itulah sebabnya manusia ingin mengetahui masa depan hidup mereka kelak dan bagaiman cara untuk terhindar dari hukuman yang akan menimpa. “Orang ingin menyingkapkan tirai, ia ingin mengetahui apa yang akan terjadi untuk dapat menghidari kebinasaan dan menyongsong keselamatan.[1] Untuk itu manusia berusaha mencapainya dengan berbagai cara. Ada yang mengupayakannya dengan jalan mistik atau yang bersifat gaib dan sebagian yang lain berupaya dengan cara berpantang diri atau berpuasa. Namun yang paling kita kenal di jaman sekarang ini, manusia berusaha untuk mencapai keselamatannya melalui agama termasuk di dalamnya adalah agama Kristen. “Agama-agama itu terlihat penting justru karena membagi pengetahuan tentang apa yang terjadi, dan dengan demikian menunjukkan kepada manusia jalan yang harus ditempuh guna mengelakkan diri dari kesulitan dan kegagalan.”[2] 
Setiap agama pasti mengajarkan bagaimana caranya manusia mendapatkan keselamatan demikian juga dengan agama Kristen. Ada pernyataan yang berkata; “Banyak jalan menuju Roma.” Adapun maksud dari pernyataan ini bisa berarti bahwa ada banyak cara untuk mencapai keselamatan. Kalau kita cermati semua ajaran agama kecuali agama Kristen, maka kita menemukan bahwa “… tampaklah bagaimana manusia sendiri harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperkenankan hati Tuhan Allah-nya, dengan maksud supaya mendapatkan kebahagiaan di sorga.”[3] Namun keselamatan dalam agama Kristen yang mengacu kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab mengajarkan hal yang berbeda, yaitu bahwa keselamatan hanya dapat dialami oleh setiap orang apabila dia percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16) Dengan demikian keselamatan itu disediakan oleh Allah didasari oleh kasih-Nya yang besar dan hanya bisa dialami oleh manusia apabila percaya kepada Tuhan Yesus yang dikaruniakan. “Iman demikian bukan hanya meliputi kesepakatan pikiran terhadap kebenaran serta perasaan haru, tetapi juga unsur kemauan, aktivitas kehendak dalam penyerahan diri kepada Allah dan penerimaan terhadap Kristus sebagai penyelamat.”[4] 
Lebih jauh Alkitab mengatakan bahwa keselamatan itu semata-mata adalah anugerah atau pemberian cuma-cuma dari Allah kepada setiap orang yang percaya kepada pengorbanan Kristus di atas kayu salib. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Ef. 2:8-9) Apapun upaya manusia tidak akan bisa menyelamatkan dirinya kecuali manusia itu percaya kepada apa yang telah Allah kerjakan di dalam Yesus Kristus yang telah mati bagi manusia berdosa. 
Selain itu Alkitab juga memberika penjelasan bahwa keselamatan yang ditawarkan oleh Allah kepada manusia itu adalah pasti. “dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.” (Yoh. 10:29) Jadi, setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus pasti diselamatkan, karena Allah yang memberikan jaminan itu bukan manusia. 
Namun yang menjadi persoalan adalah apakah setiap orang Kristen menyakini akan hal itu? Karena banyak orang Kristen ketika diajukan pertanyaan ini; “Jika anda harus meninggalkan dunia hari ini juga, apakah Anda yakin pasti masuk sorga?” Maka akan banyak jawaban yang diberikan atas pertanyaan itu. Dari banyak jawaban itu tentu banyak yang meragukan bahwa dia akan masuk surga mengingat kehidupannya yang masih sering melakukan dosa dan jauh dari apa yang Tuhan harapkan sebagai orang Kristen. Mungkin orang-orang seperti ini menganggap bahwa kehidupan setelah percaya Tuhan Yesus akan sangat mempengaruhi keselamatannya sehingga dia tidak yakin akan masuk surga. 
Milihat permasalahan di atas, maka betapa penting kita melihat apa yang firman Tuhan katakan mengenai mengenai keselamatan kita khususnya di dalam Efesus 1:3-14. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa akan timbul perbedaan pengajaran tentang doktrin keselamatan seperti yang terdapat dalam ayat-ayat di atas. Ada paham yang mengajarkan bahwa keselamatan itu belum pasti bergantung kepada respons manusia sehingga orang yang percaya Yesus hari ini belum tentu akan mengalami keselamatannya secara penuh di masa yang akan datang. Orang-orang yang menganut doktrin ini menyakini bahwa keselamatan itu bisa hilang bergantung kepada kehidupan manusia itu setelah percaya kepada Tuhan Yesus.[5] Jadi, manusia itulah yang menentukan keselamatannya. Doktrin seperti ini dekenal dengan “Doktrin yang Lebih Menekankan Kebebasan Manusia.” 
Ada juga yang melihat perikop di atas sebagai pekerjaan mutlak Allah dan tidak ada andil sedikitpun dari manusia sehingga manusia hanya akan melakukan apa yang sudah Tuhan tetapkan termasuk di dalamnya adalah iman. Jadi, Allah sendirilah yang telah menetapkan siapa yang akan diselamatkan dan siapa yang akan binasa dan hanya Allah yang tahu akan hal itu. Doktrin ini dikenal dengan “Doktrin yang Lebih Menekankan Kedaulatan Allah.” 
Karena itulah menarik untuk menyelusuri keyakinan orang Kristen tentang keselamatan menurut Efesus 1:3-14 dengan mengajukan berbagaa pertanyaan. Bagaimanakah cara kita menanggapi keselamatan yang ditawarkan oleh Allah di dalam Yesus Kristus seperti yang diajarkan di dalam perikop di atas? 

Pengertian Keselamatan 
Sebelum kita menyelidiki tentang doktrin keselamatan yang diungkapkan dalam Alkitab khususnya dalam Efesus 1:3-14, maka kita akan menyelusuri arti keselamatan. Tujuan dari penyelusuran ini adalah agar kita memiliki pemahaman yang benar mengenai keselamatan kita seperti yang diungkapkan oleh Alkitab. 
Keselamatan berasal dari akar kata selamat, yang memiliki arti terbebas dari bahaya, malapetaka, bencana.[6] Dan untuk lebih jauh mengerti arti keselamatan di dalam kekristenan, maka kita harus melihatnya dalam terang Alkitab , baik dalam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB). 

Pengertian Keselamatan dalam PL 
Kata yang paling penting berhubungan dengan keselamatan dalam PL adalah “yasha”. Kata ini pada awalnya memiliki arti lebar atau luas yang mengacu kepada kebebasan dari sesuatu yang mengikat atau membatasi. Kemudian kata ini berkembang menjadi pembebasan atau pelepasan. Pembebasan ini bisa terjadi melalui perantaraan manusia (Hak. 2:8; 6:14; 8:22; 12:2; 1Sam. 23:2) dan juga oleh Allah (Maz. 20:7; 34:7; Yes. 61:10; Yeh. 37:23; Zak. 3:4). Pelepasan yang dimaksud bisa untuk seseorang atau secara pribadi (Maz. 86:1-2), tetapi juga bisa untuk sekelompok orang seperti kelepasan untuk suatu bangsa (Yes. 12:2) dan juga bisa mencakup seluruh dunia (Yes. 45:22; 49:6). Pembebasan di sini tidak hanya berkenaan dengan kelepasan dari kesukaran tetapi juga bersangkut paut dengan pelaksanaan rencana Allah yang khusus.[7] Kata “yasha” juga mengandung arti bukan saja lepas dari kesukaran atau marabahaya tetapi juga mendapatkan keamanan dan ketenangan.[8] 
Selain kata “yasha”, PL juga memakai kata yang lain yang menunjukkan tentang keselamatan, seperti “teshuah” yang berarti aman atau stabil. Kata ini juga bisa berarti kelegaan, sejahtera, tenang, bebas, tidak terikat (Kej. 49:18; Kel. 14:13; 15:2; Ul. 32:15; 1Sam. 2:1; 1Taw. 16:23; 2Taw. 20:17; Ay. 13:16; Maz. 3:8; 9:15; 13:6; 14:7; Yes. 12:2; Yun. 2:9; Hab. 3:9). Kata ini sangat berhubungan erat dengan penyelamatan yang didasari oleh kasih. Selain itu kata “teshuah” juga berarti keselamatan (1Sam. 11:13). Kata ini mengandung arti pertolongan yang mengharapkan keselamatan.[9] 
Kata yang lain adalah “mesaoth” yang artinya adalah keselamatan (Maz. 68:20). Kata ini menyatakan lepas dari maut yang didasari oleh kuasa Allah yang melaksanakan segala penyelamatan, sehingga dalam segala hal dapat diselamatkan.[10] Dan kata ini lebih menekankan kepada penyelamatan secara fisik dari kematian yang dilakukan oleh Allah kepada manusia. 
Dengan menyelidiki kata-kata dalam PL mengenai keselamatan, kita menemukan artinya yaitu suatu perbuatan Allah yang membebaskan manusia dari berbagai belenggu yang mengikat dan memberikan ketenangan atau kelepasan atau atau kebebasan atau keamanan secara fisik dan juga kelepasan dari berbagai ancaman kematian. 

Pengertian Keselamatan dalam PB 
Dalam PB kata yang dipakai untuk menggambarkan keselamatan adalah “soteria” yang berarti perawatan, kesembuhan, pertolongan, penyelamatan, penebusan atau kesejahteraan. Kata ini sangat berhubungan dengan arti pemeliharaan dari bahaya, penyakit atau kematian (Mat. 9:22; Kis. 27:20, 31-34).[11] Dalam kaitannya dengan manusia kata ini memiliki arti menyelamatkan dari kematian atau mempertahankan hidup.[12] Dan dalam konteks Kristen kata ini memiliki arti yang lebih spesifik yaitu penyelamatan dari kematian kekal dan pemberian hidup kekal kepada seseorang (Rm. 5:9; Ibr. 7:25).[13] 
Dengan demikian keselamatan menurut PB adalah suatu tindakan Allah yang menebus dan membebaskan manusia dari kematian kekal dan menganugerahkan hidup kekal kepada seseorang yang sedang menuju kebinasaan sehingga mereka terbebas dari hukuman kekal. 

Makna Keselamatan 
Berbicara keselamatan tidak bisa tidak kita harus membicarakan dari sudut pandang Allah dan manuisa, Dari sudah padang Allah, “keselamatan meliputi segenap karya Allah dalam membawa manusia keluar dari hukuman menuju pembenaran, dari kematian ke kehidupan kekal, dari musuh menjadi anak.”[14] Hal ini menunjuk kepada perbuatan Allah yang mengembalikan manusia dari kejatuhannya kepada posisinya semula. Dengan kata lain bahwa terjadinya keselamatan itu semata-mata adalah prakarsa Allah di mana Allah sendirilah yang memiliki inisiatif untuk menyelamatkan. Jadi, ketersediaan keselamatan itu mutlak adalah karya Allah tanpa pertolongan dari siapapun termasuk manusia yang diselamatkan. “Keselamatan bukan hanya sepenuhnya karya Allah, tetapi juga sepenuhnya oleh anugerah dan rahmat Allah.”[15] 
Dari sudah pandang manusia, “keselamatan mencakup segala berkat yang berada di dalam Kristus yang bisa diperoleh dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang.”[16] Dan seseorang dapat mengalami kehidupan yang diselamatkan semuanya tergantung pada sikap pengenalan dan kepercayaan terhadap juruselamat dan kesadaran akan ketidakmampuannya untuk menyelamatkan diri sendiri.[17] Jadi, keselamatan yang telah Allah sediakan itu hanya akan dialami oleh manusia apabila percaya kepada apa yang telah Allah sediakan bagi keselamatannya. Dengan kata lain, manusia mengambil keselamatan itu dan menjadi miliknya dengan syarat percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. 

Manusia Telah Jatuh ke dalam Dosa 
Ketika kita berbicara tentang keselamatan, maka kita tidak bisa memisahkannya dari kenyataan bahwa manusia yang akan diselamatkan itu telah jatuh ke dalam dosa. Alkitab berkata; “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Rm. 3:23). Dengan demikian siapapun manusia yang ada di dalam dunia ini adalah orang berdosa. Dosa telah menjatuhkan manusia dari kedudukannya yang mulia. Pada awalnya Allah menciptakan manusia itu dalam kemuliaan sebab mereka diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26-27) Tetapi karena dosa, manusia telah kehilangan kemuliaan Allah dan menjadi seteru Allah. 
Pengertian dosa bukan sekedar sebagai pelanggaran hukum atau norma seperti dianut oleh paham moralis, di mana dosa dipandang sebagai penyelewengan dari norma tertentu.[18] Tetapi dosa mimiliki makna “… pergeseran dari posisi atau kedudukan yang asli atau seharusnya.”[19] Jadi, setiap perbuatan yang telah bergeser dari ketetapan Allah adalah dosa sekalipun perbuatan itu adalah sesuatu yang baik di pemandangan manusia. Dan kenyataan dari manusia yang berdosa itu terlihat ketika manusia ciptaan Allah yang pertama itu melanggar perintah Allah yang seharusnya mereka taati. Adam berdosa bukan sekedar karena Adam memakan buah dan bukan juga karena Allah kehilangan buah yang telah Dia ciptakan. Tetapi Adam berdosa karena dia telah bergeser dari tujuan penciptaannya yaitu untuk taat pada penciptanya. Dengan demikian setiap tindakan yang tidak dipergunakan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan Allah adalah dosa. “Alkitab menunjukkan bahwa dosa berkaitan dengan pelanggaran kepada Allah dan hukum-hukum-Nya.”[20] Jadi, dosa bukan hanya berurusan dengan manusia dan hukum tetapi jauh lebih fatal karena berurusan dengan Allah. 
Dari ketidak taatan manusia pertama itulah dosa menyebar sempai ke setiap orang yang ada di dalam dunia ini. Alkitab berkata; “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.” (Maz. 51:7) Dosa diturunkan lewat kelahiran. Dengan demikian siapapun orang yang ada di dalam dunia ini ia memiliki status orang berdosa. Status ini dikenal dengan tabiat yang berdosa yaitu suatu kecenderungan untuk berbuat dosa di mana manusia tidak memiliki kemampuan untuk menangkal godaan dan kuasa dosa dalam hidupnya.[21] Hal ini diperjelas dalam Roma 5:12 yang berkat; “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Ungkapan Paulus ini ingin mengatakan bahwa satu orang yaitu Adam, telah membuka jalan untuk dosa masuk ke seluruh dunia, ia telah membuka pintu masuk bagi dosa.[22] Dosa ini dikenal dengan dosa yang diperhitungkan. Inilah dosa karena semua manusia ikut mengambil bagian dalam dosa Adam yang pertama itu. Dosa adalah suatu hal yang menguasai hidup manusia begitu rupa di mana manusia itu tidak dapat berbuat lain selain hanya tunduk kepadanya dan melakukan apa saja yang menjadi ketetapannya.[23] 

Proses Keselamatan 
Allah adalah pribadi yang bekerja dengan teratur dan rapih. Dia mempunyai “master plan” bagi keselamatan dunia yang sudah disiapkan di kekekalan masa lampau. Allah menyediakan keselamatan bagi manusia bukan dengan cara yang asal-asalan. Bukan pula terjadi secara mendadak karena menyikapi kejatuhan manusia kedalam dosa. Tetapi dalam suatu perencanaan yang begitu matang dimulai dari kekekalan di masa lamapau sampai ke kekekalan di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari ungkpan Rasul Paulus dalam Roma 8:29-30, di mana dia berkata; 

Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya. 
 
Dari ayat di atas kita melihat bahwa Allah merancang dan merealisasikan serta menggenapi kesalamatan itu di dalam kurun tiga waktu, yiatu: Pertama, masa lampau yakni memilih dan menentukan orang-orang yang akan diselamatkan. Kedua, masa kini yakni memanggil mereka yang sudah dipilih dan ditentukan dari sejak semula itu untuk membenarkan mereka. Ketiga, masa yang akan datang yakni memuliakan meraka yang sudah dipanggil dan dibenarkan-Nya. 
Untuk itu kita akan melihat proses keselamatan ini dalam kurun tiga waktu itu dari sudut pandang Efesus 1:3-14. Di dalam nas itu, kita akan menemukan bahwa ruang lingkup dari rencana keselamatan itu adalah dari kekal sampai kekal. Senada dengan hal itu, Peter T. O’Brien berkata; “Surat Efesus memaparkan maksud penyelamatan Allah dalam lingkup yang sangat luas, mulai dari pemilihan sebelum dunia dijaikan sampai dipersatukannya segala sesuatu di dalam Kristus,”[24] Dan setiap kurun waktu itu saling terkait satu dengan yang lain. 

Proses Keselamatan di Kekekalan Masa Lampau 
Keselamatan telah ada di pikiran Allah jauh sebelum segala sesuatu ada. Dia telah merencanakan akan menyelamatkan sekelompok orang jauh sebelum orang itu ada. Proses keselamatan sudah berlangsung sejak di kekekalan masa lampau dan proses itu dalam bentuk sebuah perencanaan. Dalam perencanaan itu, Allah sudah memikirkan sepenuhnya apa yang akan terjadi dengan rencana itu dan bagaimana cara untuk merealisasikannnya. Allah mengerti apa yang harus Dia lakukan untuk menggenapi rencana itu termasuk bagaimana caranya manusia yang akan diselamatkan bisa mengalaminya. Apakah yang sudah Allah rencanakan di kekekalan masa lampau? 

Memilih 
Tindakan Allah yang sudah ada sejak di kekekalan masa lampau dalam hubungannya dengan keselamatan adalah memilih orang-orang yang akan Dia selamatkan. “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan,” (ay. 4) Hal ini adalah suatu langkah yang sangat sulit untuk dipahami tetapi sebuah tindakan yang membuat Paulus merasa takjub sehingga dia berkata, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus…” (ay. 3). Allah layak dipuji sebab Dia merencanakan keselamatan kita di kekekalan masa lampau di dalam Kristus dengan memilih kita sebelum dunia dijadikan. Hal ini menunjukkan suatu tindakan Allah dikekalan masa lampau untuk memilih baginya suatu umat yang akan Dia diselamatkan. 
Kata “memilih” (ĕxĕlĕxato) artinya “menyeleksi”. Kata ini memiliki diatesis medial yang menjelaskan indikasi tujuan dari mengapa pilihan dilakukan., yaitu menyeleksi atau memilih bagi dirinya sendiri.[25] Hal itu terjadi karena Allah memberi kemurahan bagi yang dipilih, memelihara untuk terjadinya relasi (hubungan) antara yang memilih dan yang dipilih. Prakarsa itu datangnya dari Allah. Menurut W. E. Vines, kata “memilih” dalam bentuk mendial berarti memilih untuk diri sendiri dengan ide-ide kebaikan atau kemurahan atau kasih dari yang memilih.[26] Prinsip yang mendasari pilihan Allah itu adalah bahwa Dia melimpahkan rahmat-Nya kepada manusia dan bersekutu dengan mereka semata-mata didasari atas keputusan bebas-Nya sendiri. Kasih yang tidak tergantung pada keadaan manusia.
Hal itu terlihat dari frasa “sebelum dunia dijadikan,” jelas bukan untuk dipahami dalam arti temporal murni, melainkan mengacu pada keputusan yang berdasarkan pada kedalaman sifat Allah seperti pengetahuan sebelumnya atau tujuan Allah.[27] 
Pilihan ini adalah suatu fakta yang telah terjadi. Hal itu ditunjukkan dari modus yang digunakan untuk kata “memilih” yaitu indikatif aoris yang memiliki arti bahwa tindakan memilih itu adalah suatu peristiwa yang pasti yang sudah terjadi di masa lampau. Pilihan yang terjadi di sini menunjukkan sejatinya Allah dan kedaulatan-Nya di mana Dia melakukan tindakan memilih itu tanpa andil dari siapapun termasuk dari yang dipilih. Hal itu tentu suatu hal yang logis karena Allah sudah memutuskan memilih seseorang untuk diselamatkan jauh sebelum orang itu ada. Dengan demikian alasan dari pilihan itu tidak ada sangkut pautnya dengan orang yang dipilih karena mereka belum ada. 
Allah memilih di dalam Dia (Kristus). Frasa “dalam Dia” (ĕn autō) menunjukkan bahwa pemilihan itu dilakukan bukan hanya sebuah tindakan yang berdaulat semata tetapi memiliki suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri. Kata “dalam” (ĕn) menunjukkan suatu arti di dalam sesuatu dan “Dia” (autō) adalah kata ganti yang menyatakan tempat yang nyata dan pasti yakni di dalam Dia yaitu Yesus Kristus. Jadi, pilihan itu terjadi di dalam Kristus sebagai norma yang sudah ditetapkan oleh Allah. 
Dari uraian di atas, maka kita melihat bahwa inisiator keselamatan itu adalah Allah. Dialah yang menjadi penentu keselamatan dan bukan manusia. Allah-lah yang menentukan siapa dan bagaimana seseorang akan diselamatkan. Dan penentuan itu sudah terjadi di kekekalan masa lampau dan tidak akan mungkin bisa batal. Apapun yang diperlukan bagi terealisasinya penentuan itu akan dipenuhi dalam perjalanan waktu di kemudian hari. Allah tahu apa yang harus dipergunakan untuk mewujudkan pilihan-Nya dan termasuk bagaimana manusia yang diselamatkan itu untuk mengalaminya. “Karena mereka dipilih dalam kebijaksanaan Allah dari sejak kekekalan.”[28] Dan dari kebijakasanaan Allah yang telah memilih mereka yang akan diselamatkan itu tentu akan memenuhi segala tuntutan dari terlaksananya pilihan itu. 
Allah memiliki maksud yang jelas ketika Dia mengambil keputusan untuk memilih orang-orang yang akan diselamatkan. Sebab Allah tidak hanya memilih asal Ia mau memilih saja. Tetapi Ia memilih karena Ia memiliki maksud dengan pilihan-Nya itu.[29] Tujuan pemilihan Allah di dalam Kristus sebelum penciptaan dunia adalah supaya orang percaya menjadi kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.
Pengertian kudus dan tak bercacat di sini adalah karakter yang terjadi di dalam orang-orang pilihan. Kata “kudus” (hagiǒs) artinya dipisahkan kepada Allah dan “tak bercacat” (amōmŏs) berarti bebas dari kesalahan, seperti korban persembahan yang tidak bercacat cela.[30] Di dalam iman yang menghubungkan seseorang dengan Kristus dan yang mengikat orang itu kepada-Nya menjadikan seseorang kudus dan sempurna, kini dan di sini.[31] Hal ini menunjukkan kekudusan yang tidak sekadar bersifat lahiriah dan berpenampilan luar belaka, tetapi sungguh-sungguh nyata dan datang dari dalam batin.[32] Bagaimana orang-orang pilihan itu mendapatkan kekudusan tentu telah Allah rencanakan juga di kekekalan masa lampau dan akan diwujudkan dikemudian hari. Hal itu tentu bukan pekerjaan manusia tetapi karya Allah yang membuat orang-orang pilihan itu menjadi kudus. 
Penempatan frasa “dalam kasih”, memberikan pengertian bahwa keberadaan orang percaya yang kudus dan tanpa cacat di hadapan Allah dilakukan dalam kasih dan bukan oleh karena paksaan atau suatu hal yang lain. Jadi, dasar dari pilihan Allah itu dilakukan di dalam kasih. Kasihlah yang mendorong Allah menyelamatkan manusia bukan yang lain. Bukan karena manusia telah jatuh ke dalam dosa dan bukan juga karena mereka akan binasa sehingga membuat Allah terdorong untuk menyelamatkannya. Bukan pula karena ada keuntungan yang Allah akan dapatkan sehingga Dia mau menyelamatkan manusia, dan juga bukan juga karena Allah akan mengalami kerugian besar kalau dia membiarkan manusia itu binasa. Tetapi, Allah mau melakukannya didorong oleh karena kasih-Nya semata-mata. Alkitab berkata; “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16) Kasih Allah yang menyelamatkan itu adalah kasih yang begitu besar. Bagaimana tidak begitu besar? Bukankah manusia itu yang memberontak kepada Allah? Bukankah manusia itu yang memilih jalannya sendiri sehingga mereka ada di bawah murka Allah? Bukankah manusia itu layak dijatuhi hukuman karena pemberontakannya? Tetapi alih-alih menghukum manusia, Allah justru mau menyelamatkannya. “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Rm. 5:8) Kasihlah yang mendorong Allah untuk memilih orang-orang yang akan diselamatkan dan kasih itu juga yang menggerakkan Allah untuk menjadikan mereka kudus dan tidak bercela. 

Menentukan 
Bukti yang lain yang menunjukkan bahwa keselamatan kita telah direncanakan Allah di kekekalan masa lampau di dalam Kristus adalah dengan menentukan terlebih dahulu orang-orang yang akan diangkat sebagai anak angkat melalui Yesus Kristus untuk Allah sendiri menurut maksud baik kehendak-Nya. “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,” (ay. 5). Kata “menentukan” (prŏŏrisas) memiliki arti “menentukan sebelumnya” atau “predestinasi.”[33] Dan dalam konteks Efesus 1:5 kata “menentukan” bertujuan untuk mendapatkan suatu hal.[34] Kata ini digunakan secara eksklusif kepada Allah dalam kaitan dengan relasi seorang anak dan ayah dan berfungsi untuk menekankan inisiatif dan otoritas tunggal-Nya dalam keselamatan kita.”[35] Hal ini menunjukkan kemutlakan kedaulatan Allah.[36] Dasar dari penentuan ini adalah kerelaan kehendak-Nya. Jadi, predestinasi yang terjadi bagi orang-orang percaya ini adalah menurut kehendak Allah dan bukan manusia.[37] Penentuan itu mutlak ada di tangan Allah dan manusia hanya dituntut untuk percaya. Tindakan penentuan ini adalah melalui Yesus Kristus menurut kerelaan kehendak-Nya dan dilakukan sebelum manusia itu ada dan terjadi di kekekalan masa lampau. Adapun tujuan dari penentuan ini adalah “adopsi” atau pengangkatan sebagai anak. Pengangkatan sebagai anak ini adalah penempatan posisi sebagai anak atau pewaris yang sah bagi mereka yang lahir dari Allah. 
Jadi, di kekekalan masa lampau Allah sudah menentukan siapa yang menjadi anak-anak angkatnya. Penentuan itu tentu akan terwujud di masa kini dengan segala konsekuensi yang memenuhinya. Apapun tuntutan penetapan itu akan dipenuhi di masa yang kini. 

Proses Keselamatan di Masa Kini 
Allah bukan saja merencanakan keselamatan secara sempurna, tetapi juga merealisasikannya dengan sempurna pula. Allah yang penuh kasih itu adalah Allah yang adil juga. Itulah sebabnya ketika Allah ingin merealisasikan rencana-Nya di kekekalan masa lampau itu di masa kini, Dia harus memenuhi tuntutan kasih dan keadilan-Nya itu. 

Menebus 
Langkah yang diambil oleh Allah untuk merealisasikan rencana-Nya di kekekalan masa lapau dengan menebus manusia yang akan Dia selamatkan lewat pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Kristus adalah jalan bagi manusia untuk dapat diselamatkan. Ia telah mati bagi semua manusia dan setiap orang yang percaya kepada-Nya memiliki penebusan oleh darah-Nya. Pilihan dan penentuan Allah tidak dapat terjadi tanpa melalui karya penebusan Yesus Kristus. “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,” (ay. 7). 
Kata “penebusan” (apŏlutrōsis) memiliki arti menebus secara penuh atau pembebasan.[38] Kata ini juga dapat memiliki arti yaitu; sebuah tebusan, penebusan dengan membayar uang tebusan.[39] Dalam tulisan-tulisan Paulus kata “apŏlutrōsis” (menebus) sebagian besar menunjuk pada pembebasan dari dosa dan hukuman yang disebabkan oleh kematian Kristus.[40] “Jelasnya, konsep ini menunjuk pada tindakan pembebasan terhadap seseorang dari keadaan di mana ia sendiri tidak mampu membebaskan dirinya sendiri; atau, tindakan pembebasan seseorang dari suatu denda atau hukuman yang ia sendiri tidak akan pernah dapat membayarnya.[41] 
Jadi, kata “apŏlutrōsis” (menebus) yang terdapat di dalam Efesus 1:7 memiliki arti pembebasan berdasarkan pembayaran harga tunai dan tuntas. Harga penebusan menurut konteksnya adalah darah Kristus. Ungkapan ‘penebusan oleh darah-Nya’ menjelaskan bahwa darah Kristus dipandang sebagai harga tebusan.”[42] di mana kematian Juruselamat di atas kayu salib sebagai tebusan. Dan penebusan itu dilakukan untuk membebaskan manusia dari dosa dengan darah Kristus sebagai harganya.[43] 
Tindakan ini dilakukan oleh Kristus agar wujud dari rencana Allah bagi manusia di kekekalan masa lampau yang telah memilih dan menetapkan mereka yang akan diselamatkan bisa terealisasi. Hanya lewat penebusan Kristus inilah rencana keselamatan Allah di kekekalan masa lampau itu bisa diwujudkan di masa kini. “Rencana Allah di kekekalan masal lampau yang telah dilaksanakan dan disempurnakan oleh Yesus Kristus di masa kini harus diterima jika manusia ingin mendapatkan hidup kekal.”[44] Sebab kematian Kristus tidak secara otomatis mengubah status dan kondisi manusia. Kristus tidak dapat menyelamatkan seseorang terpisah dari tanggapan orang itu terhadap Allah. Ketika seseorang percaya kepada penebusan Kristus di atas kayu salib, maka di saat itulah realisasi keselamatan di kekekalan masa lampau itu dapat dialami di masa kini. 
Kristus telah mati bagi setiap orang percaya dan setiap orang percaya boleh merasa yakin akan diadili oleh Allah yang penuh kasih dan yang sungguh-sungguh memperhatikan keselamatan dari setiap orang beriman.[45] Dengan demikian keselamatan itu sudah bisa dialami di masa kini dan di sini sekalipun pemenuhannya akan terjadi di kekekalan masa yang akan datang. 
Pengampunan dosa yang membuat manusia dapat dipersatukan dengan Allah hanya bisa nyata di dalam Kristus. Itu terjadi karena Kristus telah membayar semua utang dosa manusia lewat kematian-Nya. Kematian Kristus menciptakan suatu tindakan pembelian di dalam mana orang berdosa dipindahkan dari perbudakan dosa oleh pembayaran harga tebusan itu.[46] Di sinilah sisi keadilan Allah itu dinyatakan yaitu pelaksanaan hukum upah dosa adalah maut dijalankan (Rm. 6:23). Kasih dan keadilan Allah dinyatakan dan hasilnya adalah manusia yang diselamatkan. Jadi, didasari oleh Kasih-Nya, Allah telah merencanakan keselamatan di kekekalan masa lampau dan di dorong oleh kasih dan keadilan-Nya, Dia telah merealisasikan-Nya di masa kini lewat penebusan Kristus di atas kayu salib. 

Mengalami Keselamatan 
Proses keselamatan yang telah direalisasikan Allah di masa kini lewat pengorbanan Kristus di atas kayu salib menjadi keselamatan yang dapat dialami oleh setiap orang yang percaya kepada Kristus. Bukan saja bagi orang-orang Yahudi sebagai pemegang janji itu, tetapi juga orang-orang bukan Yahudi dengan syarat yang sama yaitu dengan percaya kepada Kristus. 
Keselamatan yang telah tersedia di dalam penebusan Kristus ditawarkan kepada semua manusia dan setiap orang yang memberikan respons dengan percaya kepada pengorbanan Kristus di atas kayu salib diberi kesempatan untuk mengalaminya. “Di dalam Dia kamu juga — karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu — di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.” (ay. 13). 
Kata “percaya” (pistĕuō) memiliki arti menjadi yakin, memberikan kepercayaan.[47] Kata ini juga memiliki arti beriman pada sesuatu atau seseorang. Dalam konteks ayat ini sesuatu di sini adalah berita Injil yang mereka dengar.[48] Kata “Injil” beraposisi dengan kata “firman” menunjukkan bahwa firman yang dimaksud adalah Injil. Kata “Injil” itu dihubungkan dengan “iman” menunjukkan bahwa jangkuan dari tindakan iman itu adalah Injil. Berita Injil itu adalah berita tentang bagaimana Kristus telah menebus manusia dari hukuman dosa dan maut lewat kematian-Nya di atas kayu salib. Dengan kata lain iman itu ditujukan kepada Allah dalam hal ini adalah Kristus. Kata “mendengar’ sangat bersangkut paut dengan kata “percaya. Karena apa yang mereka percayai adalah hasil dari sebuah respons dari apa yang mereka dengar. Hal itu terlihat dari pemakaian kala/waktu lapau dari kata “mendengar” yang menunjukkan bahwa setelah peristiwa mereka mendengar Injil, kemudian di satu waktu tertentu mereka percaya. Sebab dituntut respons dari manusia terhadap Kabar Baik, dan respons itu adalah pertobatan dan iman.[49] Dan melalui iman itu, keselamatan yang telah disediakan oleh kematian Kristus dapat diterapkan dalam hidup manusia.[50] Dengan demikian iman yang ditujukan kepada Allah membuat keselamatan yang telah direncanakan di kekekalan masa lampau itu menjadi nyata dalam hidup seseorang di masa kini. 
Dalam ayat ini Paulus memaparkan bahwa bukan hanya orang Yahudi saja yang mendapatkan janji itu, tetapi juga orang bukan Yahudi dengan syarat yang sama yaitu dengan percaya kepada Kristus (ay. 13a) sebagai objek iman lewat pemberitaan Injil.[51] ”Di dalam tujuan kekal Allah, orang-orang percaya bukan Yahudi disatukan menjadi satu umat Allah.”[52] Peristiwa itu bisa terjadi karena Kristus telah membuka jalan untuk itu lewat kematian-Nya di atas kayu salib sehingga orang Yahudi dan juga bukan Yahudi telah dipersatukan di dalam satu tubuh Kristus. Semua itu bisa terjadi karena baik orang Yahudi dan juga bukan Yahudi percaya kepada kematian Kristus. 

Dimeteraikan dengan Roh Kudus  
Ketika orang-orang bukan Yahudi percaya kepada Injil yang diberitakan kepada mereka dimeteraikan dengan Roh Kudus. “Di dalam Dia kamu juga — karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu — di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.” (ay. 13). 
Kata “meterai” (sphragizō) adalah suatu segel sebagai tanda kepemilikan. Kata ini digunakan sebagai suatu kiasan yang memiliki pengertian sebuah konfirmasi dan tanda kepemilikan. Dalam konteks ayat ini meterai itu adalah Roh Kudus (Ef. 4:30). “Roh Kudus dianugerahkan kepada orang percaya sebagai tanda kepemilikan Allah. Dengan mencurahkan Roh Kudus, Allah memeteraikan kita sebagai miliknya.”[53] Oleh Roh Kudus orang percaya dimeteraikan; yaitu dipisahkan dan dikhususkan bagi Allah, dan dibedakan dan ditandai sebagai miliknya.[54] Dimeteraikan dapat berarti bahwa Roh Kudus melindungi dan mempertahankan orang Kristen sampai mereka mencapai warisan mereka.[55] “...kehadiran Roh dalam diri orang-orang yang percaya merupakan cap yang menandakan milik Allah seperti cap yang dipakai oleh orang-orang pada abad pertama di atas milik pribadi mereka.”[56] 
Kata “meterai” (sphragizō) dihubungkan dengan kata “Roh” menunjukkan bahwa Roh Kuduslah yang memeteraikan iman mereka. Di saat mereka percaya itulah iman mereka dimeteraikan, Jadi, pemeteraian itu terjadi karena mereka percaya. Hal ini menunjukkan bahwa iman akan menghasilkan kelahiran baru. Karena kata “dimeteraikan” – sebagai kata kerja utama – terjadi karena iman yang timbul dari pemberitaan Injil. Kata ini menunjukkan bahwa tindakan memeteraikan itu adalah sesuatu yang pasti karena mereka percaya. Dan tindakan itu bukan dari diri mereka tetapi dari Roh Kudus. Dialah yang mengerjakan pemeteraian itu. Dan peristiwa pemeteraian iman itu terjadi secara bersamaan. Hal itu terlihat dari tata bahasa Yunani yang digunakan menunjukkan bahwa kata “percaya” dan “dimeteraikan” adalah dua tindakan yang terjadi sercara serempak. Keduanya menunjuk kepada sebuah peristiwa yang simultan.[57] Dalam tata bahasa Yunani, sebuah kata kerja dengan bentuk partisip aoris biasanya mendahului tindakan dari kata kerja utamanya.[58] Tetapi ketika kata kerja partisip aoris itu dihubungkan dengan kata kerja utama yang juga aoris, maka tindakan pertisip sering akan terjadi pada waktu yang bersamaan dengan tindakan dari kata kerja utama. Dengan demikian kata “percaya” yang berhubungan dengan kata kerja utama “dimeteraikan” adalah dua kejadian dalam satu peristiwa. Pemeteraian itu tidak terjadi sesudah percaya, tetapi peristiwa yang terjadi secara serempak.[59] Karena pada umumnya dalam bahasa Yunani pengunaan partisip aoris adalah suatu tindakan yang terjadi secara bersamaan yang terus menerus.[60] Hal ini membuktikan bahwa iman itu adalah sebuah respons dari manusia atas pemberitaan injil. Pemeteraian oleh Roh Kudus atas iman seseorang adalah salah satu dari rangkaian peristiwa yang terjadi secara serempak dalam kehidupan seseorang yang tidak disadari.[61] Dan iman itu adalah sarana untuk menerapkan karya penyelamatan Kristus pada seseorang.[62] Dengan demikian iman menjadi respons manusia untuk mengalami keselamatan yang sudah direalisasikan oleh penebusan Kristus di masa kini dan dimeteraikan oleh Roh Kudus. 
Jadi, keselamatan yang direalisasikan di masa kini dalam kehidupan orang yang percaya kepada Kristus dimeteraikan oleh Roh Kudus. Ini adalah suatu bentuk konfirmasi dari Allah bahwa setiap orang yang percaya di tandai sebagai milik-Nya dan melindungi mereka dalam perjalanan selanjutnya sampai keselamatan itu dialami sepenuhnya di kekekalan yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa Allah yang bertanggung jawab atas keselamatan seseorang. 
Pemeteraian di sini menunjuk bahwa sekarang orang-orang bukan Yahudi menjadi milik Allah. Karena meterai menunjuk bukan saja sebagai tanda milik tetapi juga sebagai perlindungan dan jaminan. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan itu sudah bisa dinikmati oleh setiap orang percaya di masa kini walaupun dalam bentuk yang belum seutuhnya. Jadi, keselamatan yang direncanakan di kekekalan masa lampau menjadi keselamatan yang bisa dinikmati oleh setiap orang yang percaya. 

Proses Keselamatan di Masa yang Akan Datang 
Kalau saja Allah sudah memulai keselamatan itu di kekekalan masa lampau, dan telah merealisasikannya di masa kini, maka Dia juga adalah Allah yang sama yang akan menyelesaikan keselamatan-Nya secara sempurna di masa yang akan datang. Sebab Allah adalah Tuhan yang bukan saja bisa memulai keselamatan manusia tetapi juga yang menyelesaikannya sampai akhir. 

Menjamin 
“Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya,” (ay. 14). Roh Kudus yang memeteraikan orang percaya yang terdapat dalam ayat 13 sekarang disebut sebagai jaminan. Kata “jaminan” (arrabōn) memiliki arti angsuran pertama, deposito, uang muka,[63] suatu harga yang diserahkan pembeli kepada penjual sampai suatu hari harga pembelian itu dibayar penuh.[64] Dalam hubungannya dengan Roh Kudus sebagai jaminan, kata “arrabon” memiliki arti; Pertama, pemberian Roh Kudus sebagai pemberian di awal pada saat seseorang pertama kali percaya pada pemberitaan Injil. Di mana selanjutnya menjadi sebuah jaminan dari apa yang akan diterima kelak pada akhirnya. Jadi, jika seseorang percaya, akan menerima Roh Kudus sebagai bagian dari kehidupan ‘di dunia yang akan datang’, juga jaminan bahwa sisanya pasti menyusul.[65] 
Kedua, suatu transaksi yang terjadi dengan memberikan sebuah pembayaran di muka sebagai sebuah jaminan yang pasti bahwa kelak akan menerima secara penuh di masa depan. Paulus menggunakan model transaksi yang ada ini pada masanya untuk menunjukkan kepastian dari apa yang akan orang percaya terima kelak sehingga dari kepastian ini dapat memberikan sebuah keyakinan untuk terus melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang percaya dengan rasa aman. Kepastian ini ditegaskan karena pembayaran dilakukan oleh Allah, dan bukan manusia, sehingga tidak mungkin gagal dalam penggenapannya. 
Ketiga, dalam konteks Efesus 1:14 kata “arrabōn” adalah menunjuk keselamatan orang percaya sudah dijamin oleh Allah sehingga tidak ada yang perlu diragukan akan penggenapannya kelak dalam kehidupan kekal yang akan diterima oleh orang percaya di masa yang akan datang. Seperti penggambaran yang telah dilakukan oleh Paulus dengan menggunakan model transaksi yang terjadi pada saat itu dengan Allah sebagai pihak yang memberikan pembayaran di muka yaitu Roh Kudus yang diam di dalam orang percaya sekaligus memberikan jaminan yang pasti akan persekutuan kekal dengan Allah. Roh Kudus yang sedang hidup dalam persekutuan dengan orang percaya memberikan cicipan kesejahteraan sebagai contoh hidup dan warisan yang akan datang di tengah-tengah hadirat Allah.[66] 
 
Apa yang Paulus maksudkan ialah, bahwa pangalaman dengan Roh Kudus yang kita terima di dunia sekarang ini, adalah suatu pendahuluan atas berkat surgawi yang akan kita terima kemudian; pengalaman sekarang ini adalah jaminan bahwa satu saat nanti kita akan menerima berkat Allah yang selengkapnya.[67] 
 
Hal ini menegaskan kepastian keselamatan bagi orang percaya sehingga dalam mengarungi kehidupan ini jaminan kepastian ini menjadi sebuah pendorong atau dasar untuk terus hidup di dalam iman kepada Yesus sampai warisan itu kelak diterima sepenuhnya di kekekalan masa yang akan datang. 
Jadi Roh Kudus adalah “uang muka” dari apa yang sedang Allah siapkan bagi orang percaya dan Roh Kudus juga sekaligus menjadi jaminan bahwa setiap orang percaya kelak akan menerima sepenuhnya keselamatan mereka. Itulah sebabnya Paulus lebih jauh berkata, “...sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.” Roh yang dikaruniakan adalah “jaminan bagi apa yang ditentukan bagi kita," sebuah janji yang Allah berikan kepada orang-orang percaya untuk meyakinkan mereka bahwa kemuliaan hidup yang akan datang, yang Allah janjikan di dalam Injil, adalah harapan yang cukup beralasan, sebuah kenyataan dan bukan sekedar ilusi belaka.[68] 

Kesimpulan 
Berdasarkan uraian di atas, kita akan mengambil kesempulan sebagai berikut: Pertama. Keselamatan sudah Allah rencanakan di kekekalan masa lampau. Hal itu terlihat ketika Allah memilih orang-orang yang akan Dia selamatkan sebelum dunia dijadikan. Ini menunjukkan bahwa rencana Allah tentang keselamatan di dalam Kristus bukanlah pemikiran yang terbit kemudian.[69] Pilihan itu dilakukan untuk kepentingan Allah sendiri dan dilakukan di dalam Kristus. Hal itu menunjukkan bahwa titik tolak dari keselamatan itu bukan pada manusia, tetapi pada Allah. Ungkapan ini dipertegas oleh Paulus di dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Kita diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman. Iman hanyalah saluran melalui mana kasih karunia Allah kita terima. Ini adalah tangan yang mendekat dan menerima kasih karunia-Nya.”[70] 
Demikian pula bahwa orang-orang yang telah dipilih itu juga telah ditentukan sebelumnya di dalam kasih Kristus dengan tujuan supaya diangkat menjadi anak-anak-Nya untuk menjadi pewaris yang sah dari keselamatan yang telah disediakan oleh Allah. Dan dasar dari penentuan itu adalah kerelaan kehendak-Nya. Hal itu menunjukkan bahwa penentuan itu terjadi didorong oleh kehendak Allah dan bukan manusia. Adapun tujuan dari pengangkatan sebagai anak adalah supaya Allah dipuji dan dimuliakan. Inilah bentuk hidup yang diinginkan Allah dan yang akan dimiliki oleh orang-orang yang mempercayakan hidupnya kepada Kristus yaitu hidup yang mempermuliakan Allah. 
Pilihan dan penentuan Allah di atas mutlak adalah prakarsa Allah sendiri, yang menunjukkan bahwa tidak ada sedikitpun alasan dari pilihan dan penentuan itu disebabkan oleh manusia. Allah memilih dan menentukan mereka yang akan diselamatkan bukan karena mereka layak untuk itu. Dan bagi mereka yang tidak dipilih dan ditentukan bukan karena lebih jahat. Tetapi pilihan dan penentuan itu didasari oleh kasih karunia Allah semata-mata. 
Melalui konsep pilihan dan penetapan ini menunjukkan kepada kita bahwa keselamatan dari awal sampai akhir segala-galanya adalah dari Allah, buah dari rahmat-Nya yang berdaulat. Kesalamatan yang diterima oleh orang percaya hanya ada di dalam Kristus dan diterima melalui iman, sumbernya sama sekali bukanlah pada kualitas pribadi, tetapi semata-mata karena anugerah.[71] 
Kedua. Keselamatan yang sudah Allah rencanakan di kekekalan masa lampau direalisasikan di masa kini lewat pengorbanan Kristus. Sebab pilihan dan penetapan Allah hanya dapat direalisasikan melalui karya penebusan Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah jalan bagi manusia untuk diselamatkan. Ia telah mati untuk semua dosa manusia dan setiap orang yang percaya kepada kematian Kristus memiliki penebusan oleh darah-Nya. 
Ketiga. Keselamatan yang tersedia lewat pengorbanan Yesus Kristus ditawarkan kepada semua orang, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi. Dan barangsiapa percaya kepada penebusan Kristus pilihan dan penetapan itu menjadi nyata dalam hidup seseorang. Dengan demikian dituntut untuk percaya kalau ingin pilihan di kekekalan masa lampau menjadi nyata di masa kini. Itulah sebabnya Alkitab menyerukan agar semua orang bertobat dan percaya kepada pengorbanan Kristus di atas kayu salib. “Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat.” (Kis. 17:30) Pertobatan yang ditindak lanjuti dengan iman adalah respons yang dinginkan oleh Allah sehingga pilihan-Nya atas manusia untuk diselamatkan menjadi terwujud. Dan lewat pertobatan itu juga pengorbanan Kristus menjadi nyata dalam hidup seseorang. Keselamatan terjadi dalam hidup manusia karena anugerah Allah bertemu dengan respons manusia. Dengan demikian Allah memilih seseorang di kekekalan masa lampau karena Allah sudah tahu bagaimana caranya untuk merealisasikannya di masa kini yaitu lewat penebusan Kristus yang diimani oleh orang yang dipilih-Nya. Dan bagi mereka yang tidak dipilih mendapatkan hukuman kekal karena pilihan mereka sendiri. Bukan karena Allah memilih mereka untuk binasa tetapi mereka sendiri yang memilih untuk tidak percaya kepada penebusan Kristus bagi dosa-dosa mereka. Mereka dihukum karena dosa-dosa mereka dan karena tidak percaya kepada Kristus yang telah menebus mereka. 
Keempat. Iman yang lahir dari pemberitaan Injil dimeteraikan oleh Roh Kudus. Pemeteraian itu tejadi bersamaan dengan lahirnya iman. Pemeteraian Roh Kudus adalah sebagai tanda kepemilikan dari Allah bagi orang percaya dan menjadi konfirmasi dari Allah serta menjadi pengaman bagi keselamatan mereka. Dengan demikian Roh Kudus melindungi dan mempertahankan orang Kristen sempai mereka mencapai warisan mereka secara sempurna. 
Kelima. Roh Kudus yang diberikan lewat pemeteraian-Nya menjadi jaminan bahwa orang percaya kelak akan menerima semua hal mengenai keselamatannya. Pemberian Roh Kuds adalah sebagai jamanian dari semua yang diwarisi oleh orang Kristen, suatu angsuran pertama dari kemuliaan yang akan datang.[72] Hal ini menunjukkan suatu kepastian atau jaminan keselamatan bagi orang percaya sebab yang menjamin adalah Allah. Dan Dia yang menjamin itu adalah Tuhan yang berkuasa untuk memenuhinya. Allah-lah yang akan memenuhi secara sempurna keselamatan yang sudah Dia rencanakan di kekekalan masa lampau itu untuk dialami oleh umat pilihan itu di kekekalan masa yang akan datang. 
Inilah yang telah direncanakan oleh Allah sejak di dikekekalan masa lampau, dan itu juga yang sedang Dia kerjakan di masa kini, sampai Ia memenuhkannya di kekekalan masa yang akan datang. Semua Dia lakukan untuk satu tujuan agar Allah diagungkan selama-lamanya. “…bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin.” (Ef. 3:21) Dengan demikian karya Allah bagi orang percaya, yaitu suatu karya yang begitu indah dan mulia yang selayaknya ditanggapi dengan sikap penuh ucapan syukur. Dan itu akan terlihat dalam perjalanan hidup orang yang sungguh-sungguh telah mengalami keselamatan itu. 

[1]Joseph Ratzinger, Yesus dari Nazaret, pen. B.S. Mardiatmadja (Jakarta: Kompas Gramedia, 2013), xxxvii. 
[2]Ibid, xxviii. 
[3]Harun Hadiwijona, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 259. 
[4]Charles F. Baker, Teologi Dispensasional, pen., Johan C. Pandelaki (Jakarta: Pustaka Alkitab Anugerah, 2009), 547. 
[5]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, pen., Penerbit (Yogyakarta: Yayasan And, 1993), 2:92.
[6]Ibid., 798. 
[7]Ibid.,18. 
[8]Peter Wongso, Seteriologi (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1993), 2. 
[9]Ibid. 
[10]Ibid. 
[11]Ryrie, Teologi Dasar, 2:19. 
[12]Carl W. Wilson, Baker Dictionari of Theology (Grand Rapids: Bsker Rapidsa; Baker Book Hous, 1999), 469. 
[13]Ryrie, Teologi Dasar, 2:19. 
[14]Ibid. 
[15]Charles F. Baker, Teologi Sistematika Dispensasional. Pen,. Johan C. Pandelaki (Jakarta: Pustaka Alkitab anugerah, 2009), 365. 
[16]Ryrie, Teologi Dasar, 2:15. 
[17]Wongso, Soteriologi, 7. 
[18]Arie Jan Plaiser, Manusia, Gambar Allah: Terobosan-terobosan dalam Bidang Antropologi Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulaia, 2008), 65. 
[19]Stephen Tong, Yesus Kristus Juruselamat Dunia (Surabaya: Momentum, 2004), 37. 
[20]Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Manusia, pen., Yudha Thianto (Jakarta: Lembaga Reform Injili Indonesia, 1994), 2:111. 
[21]Peter Wongso, Dasar Iman Kepercayaan Kristen (Malang: Seminar Alkitab Asia Tenggara, 1993), 44. 
[22]Herman Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologianya, pen., Hendry Ongkowidjojo (Surabaya: Momentum, 2013), 92. 
[23]J.L. Ch. Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 68. 
[24]Peter, T. O’Brien, Surat Efesus, pen., Andri Kosasih (Surabaya: Memontum, 2013), 1.
[25]Willian F. Arnd-F. Wilbur Gingrich, A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Ealy Christian Literature (Chicago: The University of Chicago Press, 1957), 241. 
[26]W. E. Vines. dan lainnya, Vine’s Complete Expository Dictionary of Old and New Testament Words. Peny., Merrill F. Unger dan Willian White Jr.(Nashvill: Thomas Nelson Publisher, 1996) , 190. 
[27]Colin Brown, The International Dictionary of New Testament Theology (Machigan: Zondervan, 1971), 542. 
[28]Matthew Henry: Mattew Henry’s Consice Commentary on the Whole Bible (Nashville: Thomas Nelson Publishers, 1997), 1146. 
[29]Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, 71. 
[30]Kenneth Wuest, Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament For The English Reader Jil. 1 (Grand Rapids: Eerdmans Publishing Company, 1994), 33. 
[31]G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta:BPK. Gunung Mulia, 1997), 421. 
[32]Henry, Henry’s Conside Commentary on the Whole Bible, 1147. 
[33]Arndt-Gingrich, A Greek-English Lexicon of the New Testament, 716.penjelasan footnote 3
[34]Joseph Henry Theyer, The New Theyer’s Greek-English Lexicon of the New Testament (Indiana: The Book Factory, 1975), 541. 
[35]O’Brien, Surat Efesus, 128. 
[36]John Feinberg, Predestinasi dan Kehendak Bebas, peny., David Basinger dan Randall Basinger, pen., Sutjipto Supeno (Jakarta: Lembaga Reform Indonesia, 1995), 40. 
[37]Spiros Zodhiates, The Complete Word Dictionary New Testament (Chanttanooga: AMG Publisher, 1992), 1223-24. 
[38]Warren Baker, Strong Complete Word Study Concordance: Esxpenanded Edition (Chattonooga: AMG Publisher, 2004), 2032. 
[39]Henry George Liddell dan Robert Stott, A Greek-English Lexico, (New York: Oxport University Press, 1996), 208. 
[40]Brown, The New International Dictionary of New Testament Theology, 199. 
[41]Willian Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatian-Efesus, pen., S. Wismoady Wahono (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996), 119. 
[42]L.L. Morris, “Tebus,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, pen., Broto Semedi dan H.A. Ompusunggu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996), 2:457. 
[43]Wongso, Soteriologi, 33. 
[44]Chris Marantika, Kristologi (Yogyakarta: Iman Press, 2008), 85. 
[45]Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru. pen.,Pidyarto (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2006),85. 
[46]John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita, pen., Cahya R (Surabaya: Yakin, tt), 159)
[47]Arndt dan Gingrich, A Greek-English Lexsicon of the New Testament, 159. 
[48]Derek Prince, Bertobat dan Percaya, pen., Peter Rondeel (Jakarta: Immanuel, 1992), 57.
[49]Ratzinger, Yesus dari Nazaret, 46. 
[50]Millard J. Ericksion, Teologi Kristen. jil., 4. pen., Nogroho (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2004), 73. 
[51]Baker, Teologi Dispensasional, 426. 
[52]O’Brien, Surat Efesus, 147. 
[53]Donald Stamps, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. pen. Nugroho Hananiel (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1994), 1959. 
[54]Henry, Henry’s Conside Commentary on the Whole Bible, 1149. 
[55]Crossway, The ESV Study Bible (tk: A Publishing Ministry of Good News Publisher, 2008), 2263. 
[56]Morris, Teologi Perjanian Baru, 106. 
[57]A. T. Robertson, A Grammar of the New Testament in the Light of Historical Research (London: Hodder & Stoughton, 1919), 1112. 
[58]Daniel B. Wallece, Greek Grammar Byond The Basic: An Exegetical of the New Testament (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1996), 624. 
[59]Alfred Martin, The Wycliffe Bible Commentary, ed.,Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison (Chicago: Moody Press, 1962), 1304. 
[60]J. Moulton, W. Howard, dan N. Turner, A Grammar of the New Testament (Edinburgh: Edinburgh Publishing, 1970), 131. 
[61]J. Moulton, W. Howard, dan N. Turner, A Grammar of the New Testament (Edinburgh: Edinburgh Publishing, 1970), 131. 
[62]Charles Stanley, Jaminan Kekal, pen., Sarah Iswanti Tioso (Batam: Gospel Press, 2004), 44. 
[63]Arnt dan Gingrich, A Greek-English Lexicon of the New Testament, 109. 
[64]F.F. Bruce, The New Internatonal Commentary on the New Testament: The Epistel to the Colissians to Philemon and to the Ephesians (Grand Rapids: Wm. B. Eerdimans Publishing Co, 1966)), 266. 
[65]L.L. Morris, “Jaminan,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, pen., M.H. Simanungkalit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995), 1:476. 
[66]Graham, Roh Kudus, 112. 
[67]Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatian-Efesus, , 129. 
[68]Bruce, The New International Commentary on the New Testament, 266. 
[69]Keneth D. Barney, Surat Efesus (Malang: Gandum Mas, 2001), 4. 
[70]Billy Graham, Peace with God (Minnesota: World Wide Publications, 1984), 131. 
[71]I. Packer, “Pilih” dalam Insiklopedi Alitab Masa Kini, pen. M.H. Simanungkalit dan H. A. Ompusunggu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996): 2:269. 
[72]J.I. Paker, “Jaminan” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, peny., J.D. Douglas dan lainnya, pen., M.H. Simanungkalit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995), 1:476.
[73]Dave Hagelberg, Tafsiran Roma (Bandung: Kalam Hidup, 1998), 167.


Kepustakaan 
Abineno, J.L. Ch. Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990. 
_____, J.L. CH. Surat Efesus. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Alkitab, Bahasa Indonesia. Jakarta. Lembaga Alkitab Indonesia, 2014. 
_____. Perjanjian Baru Indonesia-Yunani. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010. 
_____. Perjanjian Baru. Interlinier Yunani-Indonesia dan Kondornansi. Diterjemahkan dan Disusun
Oleh Hasan Susanto. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003. 
Arndt, William F. dan F. Wilbur Gingrich. A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other
Early Christian Literature. Chicago: The University of Chicago Press, 1957. 
Baker, Charles F. Teologi Dispensasional. Diterjemahkan oleh Johan C. Pandelaki. Jakarta: Pustaka
Alkitab Anugerah, 2009. 
Baker, Warren. Strong Complete Word Study Concordance: Esxpenanded Edition. Chattonooga: AMG
Publisher, 2004. 
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatia-Efesus. Diterjemahkan Oleh S. Wismoady
Wahono. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. 
_____. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Pasal 1-7. Diterjemahkan Oleh S. Wismoady
Wahono. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. 
______. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Matius Ps. 1-10. Diterjemahkan Oleh Wismoady Wahono.
Jakarta: BPK Gunung Muia, 1991. 
 ______. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Matius Ps. 11-28. Diterjemahkan Oleh Ferdinand Sulaeman.
Jakarta: BPK Gunung Muia, 2009. 
Barney, Keneth D. Surat Efesus. Malang: Gandum Mas, 2001. Becker, Dieter. Pedoman Dogmatika.
Jakarta: BPK Gungung Mulia, 1996. 
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan. Diterjemahkan Oleh Yudha Thianto.
Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1997. 
______. Teologi Sistematika: Doktrin Mnusia. Diterjemahkan Oleh Yudha Thianto Jakarta: Lembaga
Reform Injili Indonesia, 1994. 
Brill, J. Wesley Tafsiran Injil Yohanes. Bandung: Kalam Hidup, t.t. 
Brown, Colin. The New International Dictoonary of New Testament Theology. Michigan: Zondervan,
1971. 
Bruce, F.F. The New Internatonal Commentary on the New Testament: The Epistel to the Colissians to
Philemon and to the Ephesians. Grand Rapids: Wm. B. Eerdimans Publishing Co, 1966. 
Bryant, T. Alton. Penyunting. The New Compact Bible Dictionary. Special Crusade Edition. Minnesota:
The Billy Graham Evangelistic Association, 1986. 
Calvin, John Institutio. Diterjemahkan Oleh Winarsih dan Th. van den End. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1985. 
Davidson, F. dan Raph P. Martin, “Roma” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini. Disunting Oleh D.
Guthrie. Diterjemahkan Oleh Soedarmo. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1988. 
Duty, Buy. Keselamatan Bersyarat atau Tanpa Syarat? Diterjemahkan Oleh Peter Suwandi (Surabaya:
Bukit Zaitun, 1996. 
Eadie, John. Commentari on the Efistel to the Ephesians. Grand Rapids: WM. B Eerdmans Publishing
Company, 1977. 
Erickson, Millard J. Teologi Kristen. Diterjemahkan Oleh Nugroho. Malang: Penerbit Gandum Mas,
2004. 
Feinberg, John. Predestinasi dan Kehendak Bebas. Disunting Oleh David
Basinger dan Randall Basinger. Diterjemahkan Oleh Sutjipto Supeno. Jakarta: Lembaga Reform Indonesia, 1995. 
Feinberg, Timothy, Barbara Friberg, dan Neva F. Miller, Analytical Lexicon to the Greek New
Testament. Grand Rapids: Baker, 2000. 
Ferguson, Sinclair B. David F. Wrightm dan J.I. Packer. New Dictionari of Theology. Diterjemahkan 
Oleh Rahmaiati Tanudjaja dkk. Malang: Literatur SAAT, 2008. 
Foulkes, F. “Filipi: dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini. Disunting Oleh D. Guthrie. Diterjemahkan Oleh
Broto Semedi. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1988. 
Graham, Billy. Peace with God. Minnesota: World Wide Publications, 1984. 
_____. Roh Kudus. Diterjemahkan Oleh Susie Wiriadinata. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, t.t. Grassmick, John D. Prinsip-prinsip dan Praktek Eksegesis Bahasa Yunani. Diterjemahkan Oleh Petrus
Maryono. Jakarta: tp, 2014. 
Green, Sr, Jay P. Editor Umum dan Penterjemah. The Interlinier Beble Hebrew-Greek-English. Indiana:
Soverign Grace Publisher, 1986. 
Guthrie, Donald. Pengantar Penjajian Baru. Diterjemahkan Oleh Hendry Ongkowidjojo Surabaya:
Momentum, 2010. 
 _____, Donald. Teologi Perjanjian Baru. Diterjemahkan Oleh Jan S. Aritonang. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012. 
Hadiwijona, Harun. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995. 
Hagelberg, Dave. Tafsiran Ibrani dari Bahasa Yunani. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999. 
_____, Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5. Yogyakarta: Yayasan Andi, 1999. 
_____, Tafsiran Roma. Bandung: Kalam Hidup, 1998. 
Hatch, Edwin dan Henry A. Redpath, A Concordance to The Septuagint. Oxpord: At The Clarendon
Press, 1906. 
Heath, W. Stanley. Tafsiran Kitab Kejadian Pasal 1-11. Yogyakarta: Andi, 1998. 
Henry, Matthew. Mattew Henry’s Consice Commentary on the Whole Bible. Nashville: Thomas Nelson
Publishers, 1997. 
Hillyer, Norman. “1 Korintus” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini. Disunting oleh D. Guthrie dan
lainnya. Diterjemahkan oleh Harus Hadiwijono. Jakarta: yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1988. Hoekema, Anthony A. Diselamatkan oleh Anugerah. Ditermahkan oleh Irwan Tjulianto. 
Surabaya: Momentum, 2010.
Hornby, A.S. Oxford Advanced Learner’s of Current English: Revised and Updated. Oxzford: 
Oxford University Press, 1974.
Liddell, Henry George dan Robert Scott. A greek English Lexicon. New York: Oxfort University Press,
1996. 
Marantika, Chris Doktrin Keselamatan dan Kehidupan Rohani. Yogyakarta: Iman Press, 2009.
______, Chris Kristologi. Yogyakarta: Iman Press, 2008. 
Martin, Alfred. The Wycliffe Bible Commentary. Diedit Oleh Charles F. Pfeiffer dan Everett F.
Harrison. Chicago: Moody Press, 1962. 
Morris, Leon. Teologi Perjanian Baru. Diterjemahkan oleh H. Pidyarto. MalangL Penerbit Gandum
Mas, 2006. 
_____, L.L. “Tebus,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Diterjemahkan Oleh Broto Semedi dan
H.A. Ompusunggu. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996. 
_____, L.L. “Jaminan,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Diterjemahkan Oleh M.H.
Simanungkalit. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995. 
 Moulton, J., W. Howard, dan N. Turner, A Grammar of the New Testament. Edinburgh: Edinburgh
Publishing, 1970. 
 _____, James Hupe dan George Milligan. The Vacabulary of the New Testament. London: Hodder and
Stoughton Limited, 1929. 
Murray, John. Penggenapan dan Penerapan Penebusan. Diterjemahkan Oleh Sutjipto Subeno Surabaya:
Momentum,2010. 
Nee, Watcman. Penghidupan Orang Kristen yang Normal. Surabaya: Yayasan Perpustakaan Injil, 1992. Niftrik, G.C. van dan B.J. Boland. Dogmatika Masa Kini. Jakarta:BPK. Gunung Mulia, 1997. 
O’Brien, Peter, T. Surat Efesus. Diterjemahkan Oleh Andri Kosasih (Surabaya: Momentum, 2013.\ Packer, J.I. “Pilih” dalam Insiklopedi Alkitab Masa Kini. Diterjemahkan Oleh M.H. Simanungkalit dan
H. A. Ompusunggu. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996. 
 _____, J.I. “Jaminan” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Disunting Oleh J.D. Douglas dan lainnya.
Diterjemahkan Oleh M.H. Simanungkalit. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995 Palmer, Edwin H. Lima Pokok Calvinisme. Diterjemahkan Oleh Elsye (Surabaya: Momentum, 2005. Pandensolang, Welly. Kistologi Kristen. Jakarta: YAI Press, 2009. 
Plaiser, Arie Jan. Manusia, Gambar Allah: Terobosan-terobosan dalam Bidang Antropologi Kristen.
Jakarta: BPK Gunung Mulaia, 2008. 
Prince, Derek. Bertobat dan Percaya. Diterjemahkan Oleh Peter Rondeel. Jakarta: Immanuel, 1992. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1990. 
Ratzinger, Joseph. Yesus dari Nazaret. Diterjemahkan oleh B.S. Mardiatmadja. Jakarta: Kompas
Gramedia, 2013. 
Ridderbos, Herman. Paulus: Pemikiran Utama Theologianya. Diterjemahkan Oleh Hendry
Ongkowidjojo. Surabaya: Momentum, 2013. 
Robertson, A. T. A Grammar of the New Testament in the Light of Historical Research. London:
Hodder & Stoughton, 1919. 
Ryle, J.C. Aspek-aspek Kekudusan. Diterjemahkan Oleh Sonya Widjaja. Surabaya: Momentum, 2010. Ryrie, Charles C. Biblical Theology of the New Testamen. Chicago: Moody Press, 1959. 
_____, Charles C. Teologi Dasar. Diterjemahkan Oleh Penerbit. Yogyakarta: Yayasan Andi, 1993. Sabdono, Erastus. Apakah Keselamatan Bisa Hilang? Jakarta: Literatur Rehobot, 2016. 
Siahaan, Mauli. The Precious One: Anda Diciptakan Sangat Berharga. Yogyakarta: Penerbit Andi,
2012. 
Sproul, R.C. Kaum Pilihan Allah. Diterjemahkan Oleh Rahmiati Tanudjaja dan Jenny Wongka. Malang:
Literatur SAAT, 2011. 
Spurgeon Charles H. All of Grace. Diterjemahkan Oleh Alvin Saputra. Yogyakarta: Andi, 2013. 
Stanley, Charles. Jaminan Kekal. Diterjemahkan Oleh Sarah Iswanti Tioso. Batam: Gospel Press, 2004. Stott, John R.W. Epesus. Diterjemahkan Oleh Martin B. Dainton dan H.A. Ompusunggu Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2003. 
Thayer, Joseph Henry. The New Thayer’s Greek-English Lexicon of the New Testament. Indiana: The
Book Factory, 1962. 
Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika, Direvisi Oleh Vernon D. Doerksen. Diterjemahkan Oleh
Penerbit. Malang: Gandum Mas, 1995. 
Tong, Stephen. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. (Surabaya: Momentum, 2004. 
United Bible Societies. The Greek New Testament Fourth Revised Edition. Stuttgart: Thomas Nelson
Publisher, 1996. 
Wallece, Daniel B. Greek Grammar Byond The Basic: An Exegetical of the New Testament. Grand
Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1996. 
Vine, W.e. dan lainnya. Vine’s Complete Expository Dictionary of Old and New Testament Words.
Disunting Oleh Merrill F. Unger dan William White Jr. Nashville: Thomas Neson Publisher, 1996. Walvoord, John F. Yesus Kristus Tuhan Kita. Diterjemahkan Oleh Cahya R. Surabaya: Yakin, tt. Wiersbe, Warren W. Yakin di dalam Kristus. Diterjemahkan Oleh Pauline Tiendas. Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2008. 
Wilson, Carl W. Baker. Dictionari of Theology. Grand Rapids: Baker Rapids: Baker Book Hous, 1999. Wongso, Peter. Dasar Iman Kepercayaan Kristen. Malang: Seminar Alkitab Asia Tenggara, 1993. _____, Soteriologi. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1993. 
Wues, Kenneth. Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament for the English Reader: Volume
One. Grand Rapids: Eerdemans Publishing Company, 1994. 
Zodhiates, Spiros. The Complete Word Study Dictonary New Testament. Chattonooga: AMG Publisher,
1992.
BacaSelengkapnya...