Allah mengasihi Anda, dan DIA juga ingin agar Anda mengasihi DIA

Tuesday 27 October 2015

TEORI PERKEMBANGAN RENTANG HIDUP ERIKSON

PENGANTAR
Erik Erikson sangat dikenal di dunia psikologi. Teorinya yang sangat terkenal membuat dia memiliki pengaruh yang sangat besar di bidang psikologi. Salah satu karyanya yang banyak dipakai di dunia pendidikan adalah Teori Perkembangan Rentang Hidup, yang lebih dikelan dengan “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”. Hal ini sangat membantu para orang tua dan guru dalam mendampingi anak-anak bertumbuh, baik di rumah maupun di sekolah. Teori ini juga bisa dimanfaatkan dalam Pembinaan Warga Gereja (PWG). Karena melalui pemahaman akan teori yang ditawarkan oleh Erikson ini pelayanan kepada jemaat akan semakin relevan. Untuk itu gereja perlu memikirkan pemakiaan teori Erikson ini sebagai pendamping dalam penyampaian friman Allah dan PWG sehingga dapat bertumbuh seperti yang Allah kehendaki. 

Penulis berharap dengan tulisan ini kita menyadari bahwa pemahaman perekembangan manusia jemaat sangatlah penting agar firman Tuhan yang disampaikan tepat sasaaran dan mendapatkan dampak perubahan bagi jemaat.

PENDAHULUAN
Firman Tuhan berkata, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Hal ini menunjukkan bahwa betapa penting kita memahami keberadaan hidup dari orang yang akan kita didik. Karena materi yang bagus tidak akan memiliki dampak apa-apa bagi jemaat yang kita layani kalau disampaikan dengan tidak memperhatikan keberadaan mereka. Namun kalau materi firman Allah yang disampaikan dibarengi pengetahuan akan perkembangan hidup dari setiap mereka yang mendengar akan sangat menolong si pemberita dalam membagikan kebenaran firman Tuhan kepada orang lain. Bukankah Tuhan Yesus mengingatkan kita agar jangan melemparkan mutiara ke mulut babi? Namun dengan memahami keberadaan jemaat dengan baik akan membimbing mereka dengan kebenaran firman Allah untuk membuat mereka bertumbuh menyerupai Yesus Kristus.

Dalam konteks itulah, teori Perkembangan Rentang Hidup yang digagas oleh Erik Erikson dengan Delapan Tahap Perkembangan Manusia sangat dibutuhkan dalam PWG. Dalam teori Erikson ini setiap tahap memiliki krisis yang harus diatasi sehingga dapat melewatinya dengan baik. Itulah sebabnya penulis mencoba untuk memaparkan teori Erik Erikson ini, baik mengenai latar belakang pribadinya yang dimulai dari sejak dia lahir sampai mati dan juga karya-karya yang dihasilkan dalam bidang psikologi.

Melalui tulisan ini diharapkan kita menyadari bahwa materi yang bangus tidaklah cukup untuk menjangkau jiwa bagi Kristus dan membimbing orang percaya agar bertumbuh menyerupai Yesus Kristus. Tetapi diperlukan juga pemahaman yang baik terhadap keberadaan dari orang yang perlu kita layani khususnya perkembangan hidupnya. Dan untuk memiliki pemahaman akan perkembangan ini perlu mengetahui tahapan-tahapannya mulai dari bayi sampai usia lanjut seperti  yang dikembangkan oleh Erik Erikson,

KONSEP PEMIKIRAN ERIK ERIKSON
Erik Erikson dikenal karena pemikirannya mengenai perkembangan kepribadian manusia. Ia menguraikan seluruh siklus hidup manusia dari sudut perkembangannya sejak lahir hingga usia lanjut, termasuk memasukkan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan tahapan manusia. Erik Erikson menyajikan pandangan perkembangan kehidupan mayarakat secara bertahap yang lebih dikenal dengan Delapan Tahapan Perkembangan Manusia.

Delapan Tahapan Perkembangan Manusia 
Erik Erikson meyakini bahwa dalam rentang kehidupannya manusia akan melewati tahap-tahap tertentu. Dan dalam penelitiannya Erik menyimpulkan bahwa ada delapan tahap perkembangan kepribadian manusia, dan setiap tahap terdiri atas tugas perkembangan yang dihadapi individu dengan krisis. Mengenai hal ini Erikson menjelaskan lebih jauh “setiap krisis bukan bencana, melainkan titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi. Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan lebih sehat individu secara psikologis. Setiap tahap memiliki kedua sisi positif dan negatif. Hasil dari setiap tahap itu apakah berhasil atau gagal tergantung bagaimana manusia itu menyikapi setiap krisis yang ada.

Teori Erikson menekankan pentingnya kedudukan ego. Bagi Erikson, ego merupakan struktur penyatu, dan kekuatan ego merupakan lem yang merekatkan berbagai aspek atau dimensi fungsi-fungsi psikologis. Menurut Erikson ego adalah pelaksana tindakan pencapaian untuk mencapai tujuan yang realistis dan menjadi penengah antara dorongan biologis dan batasan masyarakat berupa superego. Namun sifat perkembangan yang ada dalam teori Erikson menjadikan ego sebagai struktur yang paling penting. Melalui ego, manusia mengalami dan menyelesaikan krisis-krisis perkembangan tertentu. Ketika ego goyah dan tidak bisa menangani suatu krisis, maka perkembangan pun menjadi terancam.

Erikson pertama kali memaparkan kedelapan tahapan ini dalam bukunya yang termasyhur, Childhood and Society. Untuk itu perlu melihati lebih jelas delapan tahapan perkembangan ini.

Kepercayaan vs Kecurigaan
Pada tahap pertama ini, terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan. Hal pertama yang akan dipelajari oleh seorang anak adalah rasa percaya. Percaya pada orang-orang yang berada di sekitarnya. Seorang ibu adalah orang penting pertama yang ada dalam dunia si anak. “Pekermbangan Kepercayaan membuthkan pemeliharaan yang penuh dengan pengasuhan dan kehangatan. Hasil positif adalah perasaan nyaman dan minim rasa takut. Ketidakpercayaan terjadi ketika bayi diperlakukan terlalu negatif atau diabaikan.”

Pada tahap ini, peran seorang ibu akan sangat menentukan bagi seorang bayi bisa melewatinya dengan baik atau tidak. Sebab memang bayi sangat tergantung pada ibunya sehingga tindakan-tindakan si ibu akan sangat mempengaruhi pertumbuhkan kepribadiannya. Untuk itu betapa penting seorang ibu memahami peran ini dalam mendampingan anaknya sehingga si anak bisa melewati tahap ini dengan sebuah kepercayaan yang dibangun atas kenyamanan yang diberikan oleh ibunya. Kalau tidak maka si bayi akan memiliki ketidakpercayaan yang mengakibatkan hidupnya penuh dengan kecurigaan. “Anak-anak yang telah belajar untuk tidak mempercayai pengasuh selama masa bayinya mungkin akan menghindari atau tetap skeptis untuk membangun hubungan berdasarkan rasa saling percaya sepanjang hidupnya.” Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia, tetapi kalau tidak akan dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak dan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat ditebak. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami.

Otonomi VS Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Ini adalah tahap kedua yang berkisar antara usia 18 bulan sampai dengan 3 tahun. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima kontrol dari orang lain. Erik juga percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.

Kepercayaan orang tua kepada anak pada usia ini untuk mengeksplorasi hal-hal yang dapat dilakukannya secara mandiri dan memberikan bimbingan kepadanya akan membentuk anak menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri. Sementara orang tua yang membatasi dan berlaku keras pada anaknya, akan membentuk anak tersebut menjadi orang yang lemah dan tidak kompeten yang dapat menyebabkan malu dan ragu-ragu terhadap kemampuannya. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa ragu-ragu terhadap diri sendiri. Itulah sebabnya orang tua dalam mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.

Inisiatif vs Rasa Bersalah
Ini adalah tahap ketiga dan terjadi pada anak saat usia 3-5 tahun, atau pada usia pra-sekolah yang ditandai dengan inisiatif dan rasa bersalah. Mereka mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan. Anak-anak pada usia ini mulai mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya.

Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa. Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas. Namun Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil. Ketekunan vs Rasa Rendah Diri Ini adalah tahap keempat dengan usia antara 6 sampai pubertas. Pada tahap ini anak mulai dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk mencapai sasaran yang mereka tetapkan dan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka. Di sini peran orang tua di rumah dan guru di sekolah akan sangat menolong mereka untuk dapat melewati tahapan ini. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun perasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya. tetapi sebaliknya anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil. Hal ini dapat membawa kepada perasaan rendah diri yang dapat menghambat perkembangan karakter si anak di masa depan. Pada tahap ini anak juga akan membandingkan dirinya dengan teman-temannya. Hubungan teman sebaya menjadi sangat penting untuk anak-anak pada tahap ini. Mereka akan fokus pada penampilan yang akan membuat mereka diterima oleh teman sebayanya, dan mencoba membandingkan diri mereka dengan orang lain. Untuk itu peran seorang orang tua di rumah dan guru di sekolah sangat dibutuhkan untuk memberikan motivasi pada anak-anak agar tidak memiliki sifat rendah diri. Karena ini masa usia sekolah, maka guru harus menemukan momen-momen penting untuk memberikan penghargaan pada anak-anak, sehingga anak akan merasa bangga dan percaya diri terhadap pencapaian yang mereka peroleh. Dengan demikian peran seorang guru sangat penting pada tahap ini. Identitas vs Kebingungan Identitas Ini adalah tahap kelima di mana usia berkisar antara 10 sampai dengan 20 tahun. Tahap ini terjadi pada masa remaja. Secara biologis anak pada tahap ini sudah mulai memasuki tahap dewasa, namun secara psikis usia remaja masih belum bisa diberi tanggung jawab yang berat layaknya orang dewasa. Pada masa remaja si anak akan mencoba untuk mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya. “ Mereka dihadapkan kepada banyak peran baru dan status dewasa.” Masa remaja juga adalah masa untuk menemukan jati diri mereka sendiri. Seorang remaja akan mencoba banyak hal untuk mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya. Biasanya mereka akan melaluinya dengan teman-teman yang mempunyai kesamaan komitmen dalam sebuah kelompok. Hubungan mereka dalam kelompok tersebut sangat erat, sehingga mereka memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesama anggota kelompok. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut. Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas pribadi. Dalam tahap ini si remaja harus mengetahui siapa dirinya dan bagaimana caranya dia terjun ke tengah masyarakat. Sebab lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah, namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Erikson percaya bahwa individu tanpa identitas yang jelas akhirnya akan menjadi tertekan dan kurang percaya diri. Mereka lebih suka disebut sebagai anak nakal, atau pecundang sekalipun itu adalah sebuah identitas yang negatif daripada tidak memiliki identitas sama sekali. Untruk itu bimbingan dari orang tua di rumah maupun guru di sekolah akan sangat menolong si remaja menemukan jati diri mereka yang sesungguhnya. Sebab kalau tidak maka mereka akan merasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya. Keintiman vs Isolasi Ini adalah tahap keenam dengan usia kira-kira antara 20 sampai dengan 30 tahun. Tahap ini adalah masa seseorang membuat komitmen dengan orang lain. Dia sudah mulai selektif untuk membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu dan akan mulai renggang dengan yang lain. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung kurang komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Pada tahap ini, bantuan dari pasangan ataupun teman dekat akan membantu seseorang dalam melewati tahap ini, sebab kalau seseorang gagal melewati tahap ini, maka akan muncul rasa keterasingan dan akan menjaga jarak dalam interaksi dengan orang. Untuk itu dibutuhkan keintiman dan isolasi yang seimbang agar menghasilkan hubungan yang baik dalam sebuah komitmen. Melahirkan sesuatu vs Stagnan Ini adalah tahap ketujuh dengan usia antara 40 sampai dengan 50 tahun. Tahap ini adalah masa di mana seseorang akan membangun hidup untuk fokus pada karir dan keluarga. Pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Tentu masa ini merupakan waktu yang baik untuk melahirkan generasi yang baru. Erikson mengatakan bahwa generativitas adalah hal terpenting dalam membangun dan membimbing generasi berikutnya. Orang yang telah mencapai fase generativitas melaluinya dengan membesarkan anak-anak mereka sendiri. Selama tahap ini, orang harus terus tumbuh, jika tidak maka akan menjadi stagnan. Salah satu tugas yang dapat dicapai oleh seseorang dalam tahap ini ialah mengabdikan diri untuk mendapatkan keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Melalui generativitas akan mencerminkan sikap kepedulian terhadap orang lain. Hal ini tentu berbeda dengan arti yang dapat digambarkan dalam stagnasi yaitu tidak perduli terhadap orang lain. Mereka yang berhasil dalam tahap ini, akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. Dan mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini. Integritas vs Putus Asa Ini adalah tahap yang terakhir atau tahap yang kedelaman dan terjadi pada usia 60 tahun sampai mati. Pada tahap ini orang cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan, dan keterbatasan adalah hal utama yang membawa kedalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati karena mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya. Orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang ada pada tahap ini terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika di dalam diri mereka tidak terdapat integritas maka yang timbul adalah kecemasan. Jika kecenderungan integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan akan menyebabkan seseorang hidup dalam khayalan dan tidak mau menghadapi kenyataan hidup di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maka hidup diisi dengan sikap yang menggerutu, dan menyesali kehidupan sendiri. Itulah sebabnya, keseimbangan antara integritas dan kecemasan harus dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap yang bijaksana. BAB III IMPLEMENTASI DALAM PEMBINAAN WARGA GEREJA Teori Erikson ini sangat baik dalam upaya mendampingi jemaat, mulai dari anak-anak, pra remaja, remaja, pemuda sampai dewasa. Akan sangat berguna juga apabila gereja bisa menyiapkan materi kurikulum sekolah minggu maupun pembinaan gereja lainnya agar sesuai perkembangan hidup manusia seperti yang ditawarkan oleh Erik Erikson ini. Demikian juga gereja harus memperlengkapi guru sekolah minggu dan pembina rohani lainnya dengan pengetahuan dasar perkembangan manusia, sehingga pelayanan yang dilakukan kepada jemaat menjadi lebih relevan. Namun perlu juga dicermati bahwa teori Erik Erikson ini sangat mendewakan ego sehingga tidak melibatkan peran Allah di dalamnya. Sebagaimana telah diungkapkan pada bab sebelumnya di mana Erikson meyakini bahwa melalui ego, manusia mengalami dan menyelesaikan krisis-krisis perkembangan tertentu. Ketika ego goyah dan tidak bisa menangani suatu krisis, maka perkembangan pun menjadi terancam. Jadi perlu hati-hati dalam menerapkan terori ini agar tidak melupakan Tuhan di dalamnya. Bagaimanapun manusia sangat terbatas untuk itu sangat membutuhkan Tuhan dalam melewati tahap-tahap seperti yang diungkapan oleh Erikson. Pengelompokan Delapan tahapan Perekembangan Manusia yang digagas oleh Erik Erikson ini hampir sama dengan yang ada di gereja. Tahapan pertama sama dengan kelompok bayi usia dibawah tiga tahun (Batita). Tahapan kedua sama dengan kelompok bayi di bawah lima tahun (Balita). Tahapan ketiga sama dengan kelompok anak kecil. Tahapan keempat sama dengan kelompok pra-remaja. Tahapan kelima sama dengan kelompok remaja dan pemuda. Tahapan keenam sama dengan kelompok dewasa muda. Tahapan ketujuh sema dengan kelompok dewasa. Tahapan kedelapan sama dengan kelompok senior. Dengan demikian gereja harus melakukan PWG dengan memperhatikan tahap-tahap yang ada sehingga setiap jemaat mendapatkan bimbingan yang sesuai dengan perkermbangan hidup mereka. Kelompok Batita Kelompok ini sama dengan tahapan Kepercayaan vs Kecurigaan. Sebagaimana dalam teori Erikson pengasuh harus memberikan rasa aman kepada bayi, maka guru Sekolah Minggu perlu memenuhi kebutuhan ini sehingga si bayi dibimbing untuk sedini mungkin memiliki hubungan dengan Allah. Hal ini juga diungkapkan pemazmur di mana dia berkata, ”Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.” Seorang bayi sangat membutuhkan rasa aman seperti ini agar bisa merasa nyaman dilibatkan di situasi yang berbau rohani. Mungkin si bayi belum mengerti apa-apa untuk menyikapi kondisi di sekitarnya, tetapi rasa aman yang didapatkan dalam kondisi itu akan membuat dia terbiasa terlibat dalam hal-hal rohani dikemudian hari. Itulah sebabnya seorang guru Sekolah Minggu harus memberikan rasa hangat dan dekat secara konsisten dan kontinuitas kepada si bayi sehingga selalu merindukan saat-saat dibawa ke gereja. Namun kalau bayi tidak menemukan rasa aman dan nyaman ketika dia dibawa ke gereja, maka sang bayi akan merasa takut dan itu terlihat dari reaksi lewat menangis dan membuat dia pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa dari kehadirannya dalam sebuah pertemuan Sekolah Minggu. Dan dalam perkembangan selanjutnya si anak akan merasa akan dipenuhi dengan rasa curiga khususnya dalam menyikapi hal-hal rohani. Untuk itu hadirkan sosok orang tua dalam kehidupan si bayi dengan memenuhi rasa aman yang dibutuhkan sehingga si bayi akan selalu nyaman ketika hal-hal rohani dibagikan dalam hidupnya. Perlu juga kita ingat kerinduan Tuhan Yesus agar anak-anak datang kepadanya. “"Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” Kelompok Balita Kelompok ini sama dengan tahapan Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu di mana bayi mulai bisa mengontrol diri sendiri tetapi masih membutuhkan kontrol dari orang lain. Itulah sebabnya si bayi di satu sisi harus diberikan kepercayaan untuk melakukan sesuatu sehingga menghasilkan kemandirian, tetapi di pihak lain jangan dibiarkan dia untuk melakukan apa saja hal-hal yang membuat dia merasa malu kalau ternyata tidak bisa melakukannya atau gagal melakukannnya. Di masa ini guru Sekolah Minggu harus menempatkan diri pada posisi yang tepat dalam kehidupan si anak. Jangan terlalu membatasi rungan gerak anak dalam mengekpresikan materi yang disampaikan di kelas Sekolah Minggu sehingga mereka dapat mengekspresikan kemampuan dalam memahami pesan firman Tuhan yang disampaikan. Pembatasan yang diterima oleh si anak akan membuat dia gampang menyerah ketika mendapatkan kesulitan dalam menerima cerita firman Allah dan akan timbul rasa malu. Tetapi jangan juga memberikan kebebasan untuk melakukan apa saja yang diinginkan oleh si anak. Hal itu akan membuat si anak tidak memikirkan baik buruknya tindakan yang dilakukan. Untuk dibutuhkan keseimbangan dalam membantu si anak untuk menyikapi firman Allah yang disampaikan dalam setiap pertemuan Sekolah Minggu. Dalam masa ini si anak harus diajar bahwa manusia diciptakan penuh kebebasan untuk melakukan apa saja, tetapi jangan lupa untuk mengingatkan mereka bahwa kebebasan yang diberikan adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Jangan sampai si anak salah memahami kebebasan yang dimiliki sehingga berlaku tidak sopan terhadap temannya apalagi terhadap orang tua atau guru sekeloh minggunya. Kelompok Kecil Kelompok ini sama dengan tahapan Inisiatif vs Rasa Bersalah di mana rasa ingin tahu mereka sangat tinggi. Karena itu anak dalam masa ini akan mencoba mengambil inisiatif untuk mendapatkan jawaban dari rasa ingin tahu mereka. Hal ini perlu dimanfaatkan oleh guru Sekolah Minggu untuk menyampaikan kebenaran firman Tuhan kedalam kehidupan mereka. Untuk itu seorang guru Sekolah Minggu dalam masa ini harus memiliki kreativitas sehingga cerita kebenaran firman Tuhan yang disampaikan menimbulkan pertanyaan bagi anak-anak yang mendengar sehingga menjadi kesempatan untuk menaburkan firman Tuhan dalam kehidupan mereka. Pada tahap ini juga guru Sekolah Minggu harus menyadari bahwa selain anak-anak dalam masa ini sudah memiliki kecakapan tertentu, tetapi mereka juga masih memiliki keterbatasan dalam mengakualisasikannya. Itulah sebabnya ketika mereka mencoba melakukan kegiatan dan ternyata gagal, maka akan timbul rasa bersalah yang akan membuat si anak kehilangan inisiatif. Untuk itu guru Sekolah Mingga harus memberikan tanggung jawab untuk dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki si anak. Misalkan suruhlah si anak menghafal ayat firman Tuhan yang tidak terlalu panjang sehingga si anak antusias melakukan hal yang lain ketika dia mampu mengerjakannya. Kelompok Pra remaja Kelompok ini sama dengan tahapan Ketekunan vs Rasa Rendah Diri, yaitu suatu masa yang sangat kritis karena merupakan masa yang dianggap orang sebagai masa pacaroba yaitu masa yang tidak menentu. Di sini guru Sekolah Minggu harus memberikan perhatian yang lebih pada masa ini sehingga dapat menjangkau anak remaja di dalam Kristus. Untuk itu guru Sekolah Minggu harus memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini untuk bisa berhasil sebab kalau tidak maka si remaja akan merasa rendah diri karena merasa tidak mampu. Peran guru Sekolah Minggu untuk menghasilkan seorang remaja memiliki ketekunan sangatlah penting. Untuk itu seorang guru Sekolah Minggu harus hadir dalam kehidupan si remaja untuk mendampingi dia berhasil melewati masa-masa sulit ini dan mau bertekun di dalam membaca dan merenungkan firman Allah. Bimbingan yang sesuai dengan apa yang mereka rasakan akan sangat menolong si remaja untuk bangga dengan pencapaian mereka. Banyak remaja gagal melewati masa remajanya karena tidak dituntun kepada kebenaran firman Allah. Padahal masa ini adalah masa di mana si remaja bisa diajak untuk bertekun kalau saja guru Sekolah Minggu menjadi pribadi yang dibutuhkan oleh si remaja untuk berhasil mewujudkannya. Firman Tuhan berkata: “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil,” Untuk bisa mencapai dibutuhkan guru Sekolah Minggu yang mendampingi mereka khususnya ketika mereka mendapatkan godaan yang mencoba menyeret mereka jauh dari Tuhan. Kelompok Remaja dan Pemuda Kelompok ini ini sama dengan tahapan Identitas vs Kekacawan Identitas yang sedang mencari jati diri. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut. Itulah sebabnya gereja harus mampu menciptakan lingkungan yang baik bagi seorang remaja untuk menemukan diri mereka yang sesungguhnya. Guru Sekolah Minggu harus menjadi alat di tangan Tuhan untuk menemukan si remaja dalam terang firman Allah. Banyak remaja pada akhirnya menjadi terhilang karena tidak dijangkau pada masa ini. Tetapi sebaliknya kalau seorang remaja sudah menemukan jati dirinya di dalam Tuhan, maka akan menjadi alat yang ampuh di tangan Tuhan dalam melaksanakan rencana-Nya bagi dunia ini. Karena pada masa ini potensi seorang remaja sangat besar dan kalau dipergunakan untuk memenuhi rencana Allah, maka menjadi sarana yang sangat efektif dalam pekerjaaan Tuhan. Kelompok Dewasa Muda Kelompok ini sama dengan tahapan Keintiman vs Isolasi yang sudah waktunya untuk membentuk keluarga. Untuk menghasilkan keluarga yang hormonis dibutuhkan pribadi yang identitas personalnya kuat. Untuk itu gereja perlu mempersiapkan pribadi-pribadi yang berkarakter untuk memasuki rumah tangga yang Tuhan rencanakan. Firman Tuhan berkata, ”Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Hal itu hanya akan bisa menjadi kenyataan apabila masing-masing memiliki komitmen yang kuat terhadap pasangannya masing-masing. Banyak perceraian terjadi bukan karena adanya ketidakcocokan semata, tetapi jauh lebih dari itu karena kurangnya komintmen dari tiap-tiap pribadi yang ada dalam pernikahan itu. “Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya.” Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta. Memang masa ini adalah masa di mana perhatian kepada kelompok akan berkurang, tetapi bukan berarti dihilangkan sama sekali. Memang seorang suami harus meninggalkan ayah dan ibunya tetapi melupakan mereka. Itulah sebabnya gereja harus membimbing kelompok dewasa muda ini supaya mereka juga tetap membangun hubungan dengan keluarga mereka. Sebab kelurga muda ini juga masih membutuhkan pengalaman orang tua mereka untuk membangun keluarga mereka sendiri. Untuk itu gereja harus mendampingi kelompok ini agar mereka lebih dekat pada pasangannya tetapi juga tidak menjadi memutuskan hubungan dengan keluarga asalnya. Kelompok Dewasa Kelompok ini sama dengan tahapan Melahirkan Sesuatu vs Stagnan yang ditandai keinginan untuk melaharikan sesuatu di satu sisi, dan di sisi yang lain tidak melakukan apa-apa. Gereja harus mampu membimbing orang pada tahapan ini agar tidak merasa puas dengan pencapaian yang telah diraih sehingga menjadi masabodo pada generasi berikutnya. Tetapi mendorong warga gereja pada masa ini untuk tetap peduli terhadap generasi berikutnya. “...dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Pemujaan diri sendiri akan mengakibatkan terjadinya stagnan dalam kehidupan orang-orang yang sedang berada pada masa ini di mana mereka tidak peduli kepada orang lain. Diperlukan keseimbangan diantara melahirkan dan stagnasi agar terjadi kepedulian. Dengan demikian diharapkan seseorang yang telah memasuki usia dewasa dapat menjalin hubungan atau berinteraksi secara baik dan menyenangkan dengan generasi penerusnya dan tidak memaksakan kehendak atau aturan-aturan atau batasan-batasan pada penerusnya berdasarkan pengalaman yang mereka alami. Bukankah firman Tuhan berkata, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Kelompok Senior Kelompok ini sama dengan tahapan Integritas vs Putus Asa yang ditandai dengan sikap introspeksi. Dan biasanya orang pada tahap ini lebih banyak melihat ke masa lalu. Kalau tidak hati-hati, maka akan menjerat orang yang mengalami masa ini sehingga bisa menjadi putus asa. Perlu pendampingan terhadap orang dalam kelompok ini agar tidak terpenjara dengan masa lalu yang mungkin tidak seperti yang diharapkan. Kalau memang masa lalu itu tidak baik, maka perlu menekankan ungkapan Rasul Paulus yang berkata, ”... tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,” Memang kalau masa lalu itu merupakan sesuatu yang menolong kita untuk semakin bisa melangkah maju, maka tidak menjadi masalah seperti apa yang diyakini oleh Erikson dalam tahap ini. Tetapi seringkali di masa ini banyak orang menjadi putus asa karena merasa hidupnya tidak bermakna lagi. Banyak orang menganggap bahwa masa tua adalah masa yang tidak berarti lagi atau masa di mana hidup dihabiskan hanya di rumah jompo. Ada orang yang beranggapan bahwa “Masa tua adalah masa kehilangan.” Memang ada benarnya pernyataan ini tetapi tidak semua benar. Karena pada masa tua juga ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan oleh orang-orang yang tidak terpenjara dengan masa lalunya. Karena masa tua juga merupakan masa di mana seseorang akan menjadi bijaksana dan mempunyai banyak pengalaman. Dan lebih jauh Narramore menggambarkannya sebagai berikut: Masa tua ini merupakan suatu masa ketika seseorang sudah berhasil menghimpunkan berbagai pengertian karena pengalaman yang bertahun-tahun sehingga ia dapat membuat keputusan-keputusan yang jitu dan dapat menghindari banyak sekali kekeliruan. Ini merupakan masa di mana ia dapat memberikan nasihat yang bijak kepada mereka yang belum berpengalaman. Untuk bisa memiliki pemikiran seperti di atas, maka seseorang harus melupakan masa lalu yang menjerat dan mengarahkan pandangan ke masa depan yaitu panggilan sorgawi. Untuk itu perlu upaya dari gereja untuk membimbing jemaat dalam masa ini agar tidak terbuai dengan masa lalu yang menyenangkan sehingga kerap hanya bangga dengan pencapaian di masa lalu dan pada akhirnya tidak melakukan apa-apa. Demikian juga dengan orang yang terjerat dengan masa lalunya yang buruk yang membuat seseorang putus asa yang pada akhirnya membuat orang tersebut tidak melakukan sesuatu yang berguna bagi dirinya apalagi bagi orang lain. Lewat bimbingan gereja orang-orang pada tahap ini bisa berhasil melewatinya dengan baik seshingga mereka dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami kedalam perilaku yang benar di masa kini. Dengan demikian Individu-individu di masa ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian. BAB V KESIMPULAN Erik Erikson adalah salah satu pribadi yang membuktikan bahwa masa lalu yang tidak baik bisa diubah kalau memiliki keinginan untuk itu. Hal itu sudah dibuktikan oleh Erikson di mana sekalipun masa lalunya kurang menyenangkan tetapi dia bisa berubah dengan upaya dan kerja kerasnya sehingga menghasilkan karya besar seperti Delapan Tahapan Perkembangan Manusia. Melalui karya ini dia memiliki pengaruh yang sangat kuat di bidang psikologi. Dan sampai usia lanjutpun tetap produktif dalam menghasilkan karya-karya dibidang psikologi. Teori Erik Erikson sangat membantu PWG. Walaupun bukan menjadi pegangan utama dan merupakan sebuah uraian yang sudah pasti. Karena bagaimanapun tidak semua orang mengalami kasus yang sama pada fase dan waktu yang sama seperti yang dikemukakan Erikson dalam teorinya ini. Namun dengan memahami tahap-tahap perkembangan sesesorang akan menolong kita untuk bisa mencari pendekatan yang terbaik untuk mendampingi jemaat bertumbuh dalam menyerupai Yesus Kristus. Gereja bisa mengembangkan Delapan Tahapan Perkembagan Manusia ini dalam upaya mendampingi jemaat, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Akan sangat berguna juga apabila gereja bisa menyiapkan para pelayan yang akan mendampingi jemaat dalam pembinaannya untuk mengetahui dasar-dasar perkembangan manusia seperti yang diungkapan dalam terori Erikson ini sehingga pelayanan yang dilakukan kepada jemaat akan lebih relevan dan memenuhi kebutuhan. Untuk itu teori Erik Erikson menjadi sangat berguna dan memiliki kontribusi yang signifikan bagi PWG. Dalam Delapan Tahapan Perkembangan Manusia yang digagas Erik Erikson ini bisa disejajarkan dengan bentuk pelayanan yang telah dikelompokkan dalam gereja seperti; kelompok Batita, Balita, Anak Kecil, Anak Besar, Pra remaja, Remaja dan Pemuda, Dewasa Muda, Dewasa, Senior. Walaupun tidak terlalu sama persis tetapi bisa menjadi gambaran dalam melayani setiap kelompok dengan mengikut sertakan teori Erikson ini. Memang dibutuhkan aplikasi firman Allah pada setiap tahapan yang ada sehingga apabila ada kegagalan dalam melewati setiap tahapan akan diupayakan pemecahannya dalam terang firman Tuhan. Dan perlu juga ditegaskan di sini bahwa jangan menyeahkan sepenuhnya penerapan teori ini kepada kemampuan kemanusiaan tetapi harus melibatkan Tuhan di dalamnya. Sebab manusia sangat terbatas dan sangat membutuhkan Tuhan. KEPUSTAKAAN Alkitab. Lembaga alkitab Indonesia, 1974. Desyandri, http://desyandri.wordpress.com/2014/01/21/teori-perkembangan-psikososial-erik-erikson Etika Mandasari. http://11014ems.blogspot.com/2012/07/sejarah-erik-erikson.html. Galih Pamunkas, http://myblog-pamungkas.blogspot.com/2012/03/teori-perkembangan-menurut-erick. html. Kokok. http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik.html. Narramore, Clyde M. Liku-liku Problema Rumah Tangga. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, t.t. Nisak dan Wantah. http://rimatrian.blogspot.com/2013/12/teori-perkembangan-psikososial-erick-h.html Psikologi Zone. http://www.psikologizone.com/biografi-singkat-erik-erikson/065113513. Russy Kharin. http://kharinblog.wordpress.com/2012/11/24/tahap-tahap-perkembangan-psikososial-erik-erikson. Santrock, John W. Psikologi Pendidikan: Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika, 2014. Sarlito W Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2002. Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990. Wikipedia Indonesia. https://id.wikipedia.org/wiki/Erik_Erikson.

No comments: